3.1 Kasus Abortus
Ny. M seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai
seorang anak umur 4 tahun, Ny.M. berpendidikan SMA, dan suami Ny.M bekerja
sebagai PNS di suatu kantor kelurahan. Saat ini Ny.M dirawat di ruang kandungan
sejak 3 hari yang lalu.
Sesuai hasil pemeriksaan Ny.M positif menderita kanker rahim
grade III, dan dokter merencanakan untuk dilakukan operasi pengangkatan kanker
rahim. Semua pemeriksaan telah dilakukan untuk persiapan operasi Ny.M.
Menjelang dua hari operasi, Ny.M hanya diam dan tampak cemas dan binggung
dengan rencana operasi yang akan dijalaninnya. Dokter hanya menjelaskan bahwa
Ny.m harus dioperasi karena tidak ada tindakan lain yang dapat dilakukan. Dan
dokter memberitahu perawat kalau Ny.M atau keluarganya bertanya, sampaikan
operasi adalah jalan terakhir. Dan jangan dijelaskan tentang apapun, tunggu
saya yang akan menjelaskannya. Saat menghadapi hal tersebut Ny.M berusaha
bertanya kepada perawat ruangan yang merawatnya. Ny.M bertanya kepada perawat
beberapa hal, yaitu:
“apakah saya masih bisa punya anak setelah dioperasi
nanti”.karena kami masih ingin punya anak. “apakah masih ada pengobatan yang
lain selain operasi” dan “apakah operasi saya bisa diundur dulu suster”
Dari beberapa pertanyaan tersebut perawat ruangan hanya
menjawab secara singkat,
“ibu kan sudah diberitahu dokter bahwa ibu harus operasi”
“penyakit ibu hanya bisa dengan operasi, tidak ada jalan
lain”
“yang jelas ibu tidak akan bisa punya anak lagi…”
“Bila ibu tidak puas dengan jawaban saya, ibu tanyakan
lansung dengan dokternya…ya.” Dan setelah menjawab beberapa pertanyaan Ny.M.
perawat memberikan surat persetujuan operasi untuk ditanda tangani, tetapi Ny.M
mengatakan “saya menunggu suami saya dulu suster”, perawat mengatakan
“secepatnya ya bu… besok ibu sudah akan dioperasi”tanpa penjelasan lain,
perawat meninggalkan Ny.M.
Sehari sebelum operasi Ny.M berunding dengan suaminya dan
memutuskan menolak operasi dengan alasan, Ny.M dan suami masih ingin punya anak
lagi.
Dengan penolakan Ny.M dan suami, perawat mengatakan pada
Ny.M dan suami” Ibu ibu tidak boleh begitu, ibu harus dioperasi agar penyakit
ibu tidak parah, kita hanya berusaha” dan perawat meninggalkan pasien dan suami
tanpa penjelasan apapun. Dan setelah penolakan pasien tersebut, perawat A datang
ke Kepala ruangan dan mengatakan bahwa Ny.M menolak untuk operasi. Ny.M masih
ragu karena dokter belum menjelaskan rencana operasi yang akan dilakukan,
Kepala ruangan bertanya kepada perawat A “kenapa tidak dijelaskan” Perawat A
menjawab “pesan dokter, saya tidak boleh menjelaskan tentang operasi tersebut,
disuruh menunggu dokter…”, kepala ruangan mengatakan “ kalau begitu buat surat
pernyataan saja” dan kita sampaikan ke dokter bedahnya. Dan sampai saat ini
dokter belum menjelaskan operasi yang akan dilakukan pada Ny.M dan keluarga.
Dan akhirnya pasien pulang. Beberapa hari kemudian Rumah Sakit mendapat surat
keluhan dari keluarga Ny.M yang berisi ketidakpuasan dari pelayanan dimana Ny.M
dirawat. Oleh karena itu pihak Rumah Sakit (pimpinan) menanggapi surat tersebut
dan berusaha mencari tahu kebenaran kasus yang tejadi pada Ny.M dan akan
mengambil tindakan bila ada unsure pelanggaran kode etik dalam pelayanan
kesehatan yang dilakukan staff Rumah Sakit.
3.2 Analisa
Kasus
Sebelum menganalisa kasus diatas apakah merupakan
pelanggaran etik atau dilema etik, hal pertama yang harus dilakukan oleh tim
pencari fakta adalah mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan beberapa
informasi yang diperlukan, baik dari internal maupun exsternal ruangan termasuk
staf yang terlibat, perawat primer, kepala ruangan dan dokter yang merawat dan
pasien/keluarga. Hal-hal lain yang menyangkut prinsip-prinsip moral dalam
pemberian asuhan keperawatan dan berkaitan dengan standarisasi asuhan
keperawatan yang diberikan (SOP). Pada kasus yang melibatkan Ny.M dapat
dianalisa dengan beberapa hal menyangkut nilai-nilai etika, prinsip moral dalam
professional keperawatan, Kode etik keperawatan (PPNI), hak-hak pasien, hak dan
kewajiban perawat dan juga bentuk standar praktek keperawatan yang harus
dilaksanakan pada pasien yang akan menjalani operasi. Bila diidentifikasi
masalah-masalah yang mungkin merupakan pelanggaran etik yang terjadi dan
merupakan data dari informasi yang dibutuhkan, adalah sebagai berikut:
1. Berkaitan dengan
prinsip-prinsip moral/etik dalam praktek keperawatan, yaitu:
a. Otonomi
pasien
Pada kasus Ny.M. bahwa pasien menginginkan informasi yang
banyak tentang tindakan operasi yang akan dilakukan terhadap dirinnya,
informasi-informasi yang dibutuhkannya karena Ny.M berkeinginan bahwa ia masih
ingin punya anak lagi dan bila operasi dilakukan berarti pasien
merasa tidak akan mempunyai anak lagi. Tetapi keinginan pasien untuk mendapat
informasi yang lebih banyak tidak terpenuhi, hal inilah yang menjadi dilema
bagi pasien sementara itu kondisi sakitnya akan membuat Ny.M tidak tertolong
lagi. Penolakan Ny.M dan keluarga untuk dilakukan operasi merupakan hak
pasien tetapi, hak dan kewajiban perawat juga untuk dapat memberikan
asuhan keperawatan yang optimal dengan membantu penyembuhan pasien yaitu dengan
jalan dilakukan operasi.
b. Advokasi
perawat terhadap pasien
Advokasi perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus
Ny.M, dapat berupa: penjelasan yang jelas dan terinci tentang kondisi yang
dialami Ny.M, melakukan konsultasi dengan tim medis berkaitan dengan masalah
tersebut, juga harus disampaikan bahwa Ny.M ingin mempunyai anak lagi.
Bentuk-bentuk advokasi inilah yang memungkinkan tim baik keperawatan dan medis
akan bersama menjelaskan dengan lengkap dan baik.
2. Berkaitan hak-hak
pasien
Pada teori telah dijelaskan bahwa pasien juga mempunyai
hak-hak yang harus diperhatikan oleh perawat dalam praktek keperawatan,
diantaranya yang berhubungan dengan kasus Ny.M. Pasien berhak mendapatkan
informasi yang lengkap, jelas, pasien berhak memperoleh informasi terbaru baik
dari tim medis dan perawat yang mengelolanya, pasien juga berhak untuk memilih
dan menolak pengobatan ataupun asuhan bila merasa dirinya tidak berkenan.
Ny.M. merasa bahwa dirinya tidak memperoleh informasi yang
diharapkannya, pasien berharap banyak informasi dan hal-hal yang berkaitan
dengan kondisinya sehingga pasien dapat menentukan pilihannya dengan tepat.
Apapun pilihan pasien dan keputusan pasien setelah mendapatkan informasi yang
jelas merupakan hak autonomi pasien.
3. Berkaitan Kode Etik
Keperawatan (PPNI), yaitu:
a. Kewajiban
perawat dalam melaksanakan tugas
Terdapat beberapa kewajiban perawat yang tidak dijalankan
dengan baik dalam kasus Ny.M. diantaranya berkewajiban memberikan informasi,
komunikasi kepada pasien, memberikan peran perlindungan kepada pasien, perawat
wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk dapat menentukan pilihan dan
memberikan alternative penyelesaian atas kondisi dan keinginan pasien dalam
arti bahwa perawat wajib menghargai pilihan atau autonomi pasien. Sesuai kode
etik keperawatan (PPNI) bahwa perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan
keselamatan pasien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam
melaksanakan tugas. Bila kewajiban diatas dapat dilaksanakan dengan baik maka
dapat memberikan kesempatan kepada Ny.M dan keluarga dapat berfikir rasional
dan logic atas kondisi yang menimpannya.
b. Hubungan
Perawat terhadap Pasien, tenaga kesehatan lain (dokter)
Pada kasus Ny.M terdapat beberapa dilema etik yaitu perawat
tidak mampu mengambil suatu keputusan yang terbaik dari intruksi yang telah
disampaikan oleh dokter seharusnya perawat mengklarifikasi atas apa yang
disampaikan oleh tim medis. Dan perlunya tim konsultasi yang berkaitan dengan
masalah-masalah yang tergambar pada kasus Ny.M. Tim inilah yang merupakan
kelompok yang baik sebagai tempat untuk menjelaskan kondisi pasien. Tim inipun
akan memberikan alternatif-alternatif atau masukan yang berarti tentang dampak
dari tindakan dan bila tidak dilakukan tindakan. Tim ini juga terdiri dari
beberapa profesi yaitu: medis, keperawatan, dan tenaga lain yang berkaitan
dengan masalah Ny.M. Hubungan yang baik harus diciptakan sehingga pada setiap
interaksi dengan pasien terjadi komunikasi yang terintegrasi dan menyeluruh
sehingga informasi yang diberikan kepada pasien dapat sama dan saling
menunjang.
4. Berkaitan nilai-nilai
praktek keperawatan professional.
Sifat altruism yang ditunjukan pada pasien Ny.M tidak
terlihat sama sekali apalagi kepedulian “caring” terhadap Ny.M, seakan perawat
mengabaikan pasien, selayaknya perawat menunjukan perhatiannya kepada pasien
terhadap isu/kondisi saat ini sehingga dampak dari tindakan/pengobatan dapat
melegakan bagi pasien. Disamping itu nilai kebebasan dalam menentukan sikap
terhadap tindakan/pengobatan yang diambil oleh tim medis seharusnya perawat
menggunakan kapasitasnya secara independent, confidence, serta menghargai hak
pasien.
Nilai yang lain adalah menghargai martabat manusia dengan
sikap empathy, respect full, yang dapat dijalankan oleh perawat menghadapi
kasus Ny.M. Penting dalam melindungi hak individu, memperlakukan pasien sesuai
keinginannya. Disamping nilai-nilai tersebut penting juga berkata jujur sesuai
kebenaran, walaupun kadang-kandang kebenaran itu akan memberikan dampak yang
tidak selalu baik, tetapi dalam nilai kebenaran ini yang penting adalah perlu
dilihat kondisi, dampak dan apa keinginan pasien sehingga apa yang kita
sampaikan kepada pasien dapat diterima dan dipertimbangkan dengan baik, apapun
keputusannya dapat memberikan keduannya hal yang baik yang telah dilaksanakan.
5. Tinjauan dari standar
praktek dan SOP
Didalam standar praktek keperawatan pada pasien yang akan
dilakukan operasi harus dipersiapkan baik fisik dan mental, termasuk memberikan
informasi-informasi yang berkaitan dengan rencana operasi yang akan dilakukan.
Saat penanda tanganan persetujuan operasi harus dijelaskan, walaupun kewajiban
memberikan informasi hal tersebut adalah dokter yang akan melakukan operasi,
tetapi perawat harus tetap mendampingi dan memberikan advokasi dan memberikan
penjelasan lain secara lengkap agar pasien dapat menjalani operasi dengan baik.
Didalam setiap SOP-pun hal ini telah diidentifikasi beberapa tindakan yang
harus dilakukan pada pasien yang akan menjalani operasi, maka harus dilihat
lagi apakah SOP di ruangan tersebut telah tersedia dan selalu diperbaharui.
3.3 Penyelesaian
Kasus
Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan
siapa pengambil keputusan yang tepat.
Perawat tidak membuat keputusan untuk pasien, tetapi perawat
membantu dalam membuat keputusan bagi dirinya dan keluarganya, tetapi dalam hal
ini perlu dipikirkan, beberapa hal:
a.
Siapa
yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka ditunjuk.
b.
Untuk
siapa saja keputusan itu dibuat
c.
Apa
kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi, fisiologi,
psikologi dan peraturan/hukum).
d.
Sejauh
mana persetujuan pasien dibutuhkan
e.
Apa
saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang diusulkan.
Dalam kasus Ny.M. dokter bedah yakin bahwa pembuat
keputusan, jadi atau tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan
memperhatikan faktor-faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk
memberikan penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang
kemungkinan dapat dilakukan oleh Ny.M dan keluarga. Sedangkan perawat primer
seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga
dapat membuat keputusan yang tidak merugikan bagi dirinya, sehingga pasien
diharapkan dapat memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik
dari penolakan yang dilakukan.
Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik
tentang penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien
setelah mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang
kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas pasien
telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap sehingga hak autonomi pasien
dapat dipenuhi serta dapat memuaskan semua pihak. Baik pasien,
keluarga, perawat primer, kepala ruangan dan dokter bedahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar