BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Eczema merupakan
bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata eczema untuk
menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari
semua bentuk eczema adalah 4,66 %, termasuk dermatitis atopic 0,69 %, eczema
nummular 0,17 % dan dermatitis seboroik 2,32 % yang menyerang 2 % hingga 5 %
dari penduduk.
Eksim atau dermatitis adalah istilah kedokteran untuk kelainan kulit
yang mana kulit tampak meradang dan iritasi. Keradangan ini bisa terjadi dimana
saja namun yang paling sering terkena adalah tangan dan kaki. Jenis eksim yang
paling sering dijumpai adalah eksim atopic atau dermatitis atopic. Gejala eksim
akan mulai muncul pada masa anak-anak terutama saat mereka berumur diatas 2
tahun. Pada beberapa kasus, eksim akan menghilang dengan bertambahnya usia,
namun tidak sedikit pula yang akan menderita seumur hidupnya. Dengan pengobatan
yang tepat, penyakit ini dapat dikendalikan dengan baik sehingga mengurangi
angka kekambuhan.
Dimanapun lokasi timbulnya eksim, gejala utama yang dirasakan pasien
adalah gatal. Terkadang rasa gatal sudah muncul
sebelum ada tanda kemerahan pada kulit. Gejala kemerahan biasanya akan muncul
pada wajah, lutut, tangan dan kaki, namun tidak menutup kemungkinan kemerahan
muncul didaerah lain.
Daerah yang terkena akan terasa sangat kering, menebal atau keropeng.
Pada orang kulit putih, daerah ini pada mulanya akan berwarna merah muda lalu
berubah menjadi cokelat. Sementara itu pada orang dengan kulit lebih gelap,
eksim akan mempengaruhi pigmen kulit sehingga daerah eksim akan tampak lebih
terang atau lebih gelap.
B.
Tujuan
Tujuan Umum : Mahasiswa dapat memahami
asuhan keperawatan pada pasien dermatitis.
Tujuan Khusus :
1.
Mahasiswa dapat memahami
penyebab dan tanda gejala pasien dengan dermatitis
2.
Mahasiswa dapat memahami
pengkajian pada pasien dengan dermatitis
3.
Mahasiswa dapat memahami
tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan dermatitis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Eksim atau sering disebut eksema, atau dermatitis adalah
peradangan hebat yang menyebabkan
pembentukan lepuh atau gelembung kecil
(vesikel) pada kulit hingga
akhirnya pecah dan mengeluarkan
cairan. Istilah eksim juga digunakan untuk sekelompok kondisi yang
menyebabkan perubahan pola pada kulit dan menimbulkan perubahan spesifik di
bagian permukaan. Istilah ini diambil dari Bahasa Yunani yang
berarti mendidih atau mengalir keluar. (Mitchell dan Hepplewhite, 2005)
Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berubah eflo-resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel,
skuama, dan keluhan gatal)
(Adhi Juanda ,2005)
Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang mengalami
peradangan karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama
kulit yang kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit. (Widhya,
2011)
B.
Klasifikasi
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki
indikasi dan gejala berbeda:
1. Contact Dermatitis
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi
yang menempel pada kulit. (Adhi Djuanda,2005)
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti
racun yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala
antara kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami
bentol-bentol yang meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau alergi. Contohnya
sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai. Alergennya bisa berupa
karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.
2. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal
dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang
kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai ransangan
pruritogenik. (Adhi Djuanda,2005)
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil,
datar dan dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul
saat sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi.
Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya
muncul pada pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang
dari leher.
3. Seborrheich Dermatitis
Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari hidung,
antara kedua alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini
seringkali diakibatkan faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam
keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf seperti Parkinson.
4. Statis Dermatitis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena (hipertensi vena) tungkai
bawah. (Adhi Djuanda,2005)
Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang
kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis
muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan
kondisi kronis lain pada kaki juga menjadi penyebab.
5. Atopic Dermatitis
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal
yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau
penderita. Kelainan
kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya dilipatan
(fleksural). (Adhi
Djuanda,2005)
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan
pecah-pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis
biasanya muncul saat alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yang salah
satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin
bisa bertambah atau berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan
dewasa.
C. Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh: detergen,
asam, basa,
oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (contohnya: bakteri, jamur)
dapat pula dari dalam
(endogen),
misalnya dermatitis atopik.
(Adhi
Djuanda,2005)
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan
iritasi dapat menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya
memiliki penyebab berbeda pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan
meradang yang disebabkan eksim menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip
merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit infeksi bakteri yang
terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan pada kulit
yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas saat
disentuh dan selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan
tubuhnya tidak bagus. Segera periksa ke dokter jika kita mengalami selulit dan
eksim.
D. Patofisiologi
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel
yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan
iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam
bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak
lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran
lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam
arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan
dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan
system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel
mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan
mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil
gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis
kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator.
Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis
yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.Ada dua jenis
bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan
kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan
lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang.
Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi,
mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe
IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
1.
Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase
ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan
kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel
pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis
atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan
kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten
protein. Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan
dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen
(antigen presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke
parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada
molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi
sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang
berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen
yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua
reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah
terjadi pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans
dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T
untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T
sehingga terbentuk primed memory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh
tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak
berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama
14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut
telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak
alergik.
2.
Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua
dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di
dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF
(interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi
ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan
limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan
sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi
dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan
kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa
mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel,
kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin
E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2
berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan
keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin
berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa
mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya
menekan atau meredakan peradangan.
PATHWAY
E.
Manifestasi Klinis
Secara
subyektif ada
tanda–tanda radang akut terutama pruritus (sebagai pengganti dolor). Selain itu
terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan
dan gangguan fungsi kulit (function laisa). Sedangkan secara obyektif,
biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorfi yang dapat timbul secara
serentak atau berturut-turut. Pada permulaan eritema dan edema. Edema sangat jelas pada kulit yang
longgar misalya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna. Infiltrasi biasanya terdiri atas
papul.
Dermatitis madidans (basah) berarti terdapat eksudasi. Disana-sini terdapat sumber
dermatitis, artinya terdapat vesikel-vesikel fungtiformis yang berkelompok yang
kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika
disertai infeksi.
Dermatitis
sika (kering) berarti tidak madidans bila gelembung-gelembung mengering maka akan terlihat
erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering
disebut ematiti sika.
Pada stadium
tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis
tampak likenifikasi dan sebagai sekuele terlihat hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
Berikut
stadiu dermatitis yaitu :
1. Stadium akut :
kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi
sehingga tampak basah.
2. Stadium subakut: eritema, edema berkurang, eksudat
mengering menjadi kusta.
3. Stadium kronis: lesi tampak kering, skuama,
hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu
dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium
kronis.
F.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Laboratorium
a)
Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit,
elektrolit, protein total, albumin, globulin
b)
Urin : pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan
Histopatologi
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena
gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain.
Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler
(spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi
vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear.
Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan
kadang-kadang
parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis,
parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis
dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran
tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan
gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak
iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen,
seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan,
tampak sejumlah besar sel Langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di
membran sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel
Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang
membawa antigen akan tampak di dermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat
yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun
demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari
tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum
berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.
G. Komplikasi
1.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2.
Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus
aureus
3.
Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4.
Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau
ekskoriasi
H. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi
penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang
sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1.
Pencegahan
Pencegahan
merupakan hal
yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa
hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet diganti dengan
sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang,
penggunaan deterjen.
2.
Pengobatan
a.
Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum
pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka),
bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase
bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim
atau linimentum (pasta pendingin), bila kronik berikan salep. Bila basah
berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau
pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat
diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1)
Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem
imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari
dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik
antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen
dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul
CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi
penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian
profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang
terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis
yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon
asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk
meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara
tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan
timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2)
Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam
dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel
panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul
permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji
antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi
peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi
ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di
dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh
UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi
tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel
Langerhans.
3)
Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi
dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya
memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau
inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4)
Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh
S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada
keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin)
dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5)
Imunosupresif
Obat-obatan baru yang bersifat
imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja
dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti
IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini
akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek
samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang
berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding
dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1%
sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi
kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak
mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya
dengan pemakaian secara oral.
b.
Pengobatan sistemik
Pengobatan
sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada
kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya
adalah :
1)
Antihistamin
Maksud
pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada
juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan
histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2)
Kortikosteroid
Diberikan
pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau
intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih
mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam
waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada
penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama
pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia
hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit,
mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan
IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3)
Siklosporin
Mekanisme
kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel
T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4)
Pentoksifilin
Bekerja
dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit
dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat
peradangan.
5)
FK 506 (Trakolimus)
Bekerja
dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi
IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta
pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6)
Ca++ antagonis
Menghambat
fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan
amilorid.
7)
Derivat vitamin D3
Menghambat
proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang
merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8)
SDZ ASM 981
Merupakan
derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan
secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada
siklosporin
I. Pengkajian
Keperawatan
1.
Identitas Pasien
2.
Keluhan Utama
-
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok
3.
Riwayat Kesehatan
a.
Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
b.
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
c.
Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
d.
Riwayat Psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
e.
Riwayat Pemakaian Obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit,
atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
f. Pola Fungsional Gordon
1)
Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Tanyakan
kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien
langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu
aktivitas pasien.
2)
Pola Nutrisi dan Metabolisme
-
Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari
klien (pagi, siang dan malam)
-
Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual
muntah, pantangan atau alergi
-
Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
-
Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan
dan sayur-sayuran yang mengandung vitamin antioksidant
3)
Pola Eliminasi
-
Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan
karakteristiknya
-
Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan
defekasi
-
Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah
penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
4)
Pola Aktivitas/Olahraga
-
Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan
gangguan pada kulit.
-
Kekuatan Otot : Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan
ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya.
-
Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat
beraktivitas.
5)
Pola Istirahat/Tidur
-
Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas
tidur pasien
-
Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah
istirahat/tidur yang berhubungan dengan gangguan pada kulit
-
Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah
merasa segar atau tidak?
6)
Pola Kognitif (Persepsi)
-
Kaji status mental klien
-
Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam
memahami sesuatu
-
Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi
wajah, nada bicara klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien
-
Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
-
Kaji apakah klien mengalami vertigo
-
Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau
bercak merah pada kulit.
7)
Pola Persepsi dan Konsep Diri
-
Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan
dirinya sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya
-
Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah
merasa cemas, depresi atau takut
-
Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
8)
Pola Peran Hubungan
-
Tanyakan apa pekerjaan pasien
-
Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan
klien seperti: pasangan, teman, dll.
-
Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan
perawatan penyakit klien
9)
Pola Seksualitas/Reproduksi
-
Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya
-
Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah
kesehatan terkait dengan menopause
-
Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan
dalam pemenuhan kebutuhan seks
10) Pola Koping-Toleransi Stress
-
Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS
(financial atau perawatan diri)
-
Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana
klien mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien). Apakah ada penggunaan
obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya dengan
orang-orang terdekat.
11) Pola Keyakinan Nilai
Tanyakan
agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama serta seberapa
taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih
berfikiran positif.
4.
Pemeriksaan fisik
a.
Sistem pernafasan (B1)
Tidak ada gangguan sistem
pernafasan, bunyi nafas vesikuler, tidak ada wheezing dan ronkhi, irama
reguler.
b.
Sistem kardiovaskuler (B2)
Tidak ada gangguan sirkulasi darah
irama jantung normal, tidak ada takikardi dan nadi teraba normal.
c.
Sistem persyarafan (B3)
Kesadaran composmentis, adanya nyeri
tekan pada kulit yang mengalami lesi.
d.
Sistem perkemihan (B4)
BAK normal, warna kuning
kekuning-kuningan, bau urine khas.
e.
Sistem pencernaan (B5)
Mukosa lembab, nafsu makan baik, BAB
normal.
f.
Sistem muskuloskeletal dan integumen (B6)
Nyeri tekan pada bagian otot, otot
yang mengalami lesi mengalami penurunan fungsi otot akibat nyeri tekan, warna putih tidak ikterik tidak ada cyanosis, kulit terlihat agak kering, integritas kulit ditemukan luka bekas garukan
seperti kemerahan timbul bula atau pustulla turgor
J. Diagnosa
Keperawatan
1.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
kekeringan pada kulit
2.
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas
3.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
4.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan
kulit yang tidak bagus
5.
Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan
dengan kurangnya informasi.