BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Cerebral palsy merupakan kelainan
motorik yang banyak diketemukan pada anak-anak. Di Klinik Tumbuh Kembang RSUD
Dr.Soetomo pada periode 1988-1991 sekitar 16,8% adalah dengan cerebral palsy.
William Little yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843,
menyebutnya dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari
prematuritas atau asfiksia neonatorium. Pada waktu itu kelainan ini dikenal
sebagai penyakit dari Little. Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan
istilah “Infantil Cerebral Paralysis”. Sedangkan Sir William Osler adalah yang
pertama kali memperkenalkan istilah “cerebral palsy”. Nama lainnya adalah
“Static encephalopathies of childhood”.
Angka kejadiannya sekitar 1-5 per
1000 anak laki-laki lebih banyak daripada wanita. Sering terdapat pada anak
pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada
waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak-anak
kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara. Franky
(1994) pada penelitiannya di RSUP sanglah Denpasar, mendapat bahwa umur 58,3%
penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki,62,5% anak pertama, ibu
semua dibawah 30 tahun, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala dan
75% dari kehamilan cukup bulan.
Dilihat dari skala diatas bila
masalah tersebut tidak teratasi maka angka mortalitas bayi akan meningkat.
Jumlah bayi yang cacat akan meningkat dan tentu saja akan mempengaruhi masa
depan anak tersebut. Dampak lebih lanjut suatu negara akan kehilangan
para penerus bangsa.
Untuk itu dalam makalah ini kelompok
akan menjelaskan tentang cerebral palsy beserta asuhan keperawatannya dan
diharapkan bisa membantu mahasiswa, tenaga kesehatan dan masyarakat umum untuk
lebih memahami tentang masalah cerebral palsy.
B. Tujuan
1. Tujuan
umum : Mahasiswa memahami asuhan keperawatan gangguan kongenital pada anak
dengan cerebral palsy
2. Tujuan
khusus :
a. Mahasiswa
dapat memahami etiologi cerebral palsy
b. Mahasiswa
dapat memahami patofisiologi cerebral palsy
c. Mahasiswa
dapat memahami manifestasi klinis cerebral palsy
d. Mahasiswa
dapat memahami pengkajian cerebral palsy
e. Mahasiswa
dapat memahami penatalaksanaan cerebral palsy
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Cerebral palsy merupakan salah satu
kelainan motorik yang banyak ditemukan pada anak-anak. Nama lainnya adalah
“static encephalopathies of childhood” (Soetjingsih, 1995).
Cerebral palsy adalah suatu gangguan
atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak,
mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan
tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum
selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif,
tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah dengan bertambahnya
umur anak. Ditemukan hipotoni, gerakan yang berlebihan atau gangguan control
motorik (Stephen BS, dkk, 2002).
Jadi, Cerebral palsy adalah
kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu
masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak normal dengan
gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap
dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis,
gangguan ganglia basal dan sebelum juga kelainan mental.
B. Etiologi
Penyebab cerebral palsy dapat dibagi
dalam tiga periode yaitu:
1) Pranatal :
a. Malformasi kongenital
b. Infeksi dalam kandungan yang dapat
menyebabkan kelainan janin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifihis,
sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya).
c. Radiasi
d. Tok gravidarum
e. Asfiksia dalam kandungan (misalnya:
solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang
abnormal).
2. Natal :
a. Anoksia/hipoksia
Penyebab
terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan inilah yang
menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi
bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi
plasenta, partus menggunakan
bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.
b. Perdarahan otak
Perdarahan dan
anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya
perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan
peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang
subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan
hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri
sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c. Trauma lahir, misalnya perdarahan subdural
d. Prematuritas
Bayi kurang
bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan
dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah
dan lain-lain masih belum sempurna.
e. Ikterus
Ikterus pada
masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat
masuknya bilirubin ke ganglia basal.
f. Meningitis purulenta
Meningitis
purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3. Postnatal :
a. Trauma kapitis
b. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis,
ensefalomielitis
c. Kern icterus
C. Klasifikasi
1. Dilihat dari sudut pergerakan otot-otot
Dalam kategori ini, Cerebral palsy dibagi
menjadi 5, yaitu :
a) Jenis Spastis
Perkataan “Spastic”
dapat diganti dalam bahasa Belanda, dengan “Kramp” kalua dalam bahasa Indonesia
yang mendekati “kejang”. Pada anak yang menderita Cerebral Palsy dengan jenis
Spastic terdapat kekejangan pada otot-ototnya atau sebagian dari otot-ototnya.
Kekejangan tadi terutama timbul kalau otot akan digerakkan dan dapat hilang
pada waktu anak tidur. Misalnya: kalau lutut anak tadi sekonyong-konyong hendak
kita luruskan, maka terasa bahwa otot tadi menjadi kejang, sehingga sukar
diluruskan. Akan tetapi, kalau anak tadi tidur maka lutut dengan mudah
diluruskan.
Pada umumnya
kekejangan-kekejangan tadi menjadi main hebat jikalau anak marah atau
takut/anak tidak tenang. Karena itu, pada umumnya melatih anak cacat Cerebral
Palsy haruslah dalam suasana ketenangan. Jenis “Spastic” merupakan jenis
Cerebral Palsy yang terbanyak jumlahnya diantara jenis-jenis lainnya
b) Jenis Athetoid
Pada jenis ini tidak
terdapat kekejangan atau kekakuan, otot-ototnya dapat digerakkan dengan mudah,
akan tetapi jenis ini selalu terdapat gerakan-gerakan yang tidak dapat dicegah
oleh anak sendirian yang tiap-tiap waktu datang. Misalnya: Anak tidak dapat
memegang salah satu barang, oleh karena tangan dan jari-jarinya selalu bergerak
sendiri yang tidak dapat dicegah. Jenis Athetoi dini meskipun jumlahnya tidak
terlalu banyak tapi merupakan cacat yang sangat sukar diperbaiki.
Gerakan-gerakan akan berkuarang kalau anak tadi dalam keadaan tenang atau
sedang tidur. Gerakan-gerakan otomatis tadi selain pada tangan dan kaki juga
terdapat pada lidah, bibir, mata, dan sebagainya.
c) Ataxia
Pada jenis ini anak
seakan-akan kehilangan perasaan keseimbangan. Walaupun otot-ototnya tidak kaku,
namun anak kadang-kadang tidak dapat berdiri atau berjalan. Karena anak tadi
tidak dapat meletakkan badannya dalam keseimbangan, maka ia selalu akan jatuh.
Kalau ia berjalan maka jalannya seperti orang mabuk, kadang-kadang langkahnya
terlalu lebar atau bisa juga langkahnya terlalu pendek. Kalau anak misalnya
mengambil barang, maka juga salah perhitungan, misalnya: jaraknya terlampau
jauh, sehingga melewati barang yang akan diambil atau terlalu pendek sehingga
belum sampai pada barang yang akan diambil. Pada jenis Ataxia ini merupakan
jenis cacat yang berat.
d) Tremor
Pada jenis ini selalu
terdapat gerakan-gerakan kecil terus-menerus, sehingga merupakan getaran.
Getaran tadi dapat juga sangat mengganggu fungsi anak. Kadang-kadang terdapat
getaran-getaran yang mengenai mata,
sehinnga matanya selalu bergerak. Bisa juga getaran tadi terdapat pada kepala,
atau padatangan yang selalu gemetar.
e) Rigid
Pada jenis ini terdapat
otot-otot yang selalu kaku, seakan-akan bukan merupakan daging, akan tetapi
sebagai benda yang agak kaku. Misalnya seperti mesin yang tidak ada gemuknya,
kalau digerakkan kelihatan selalu ada remnya, sehingga gerakannya selalu tidak
dapat lemah dan tidak dapat halus dan tidak cepat. Selain itu, terdapat pula
campuaran antara jenis yang satu dengan jenis yang lainnya. Misalnya: Jenis
athetoid bercampur dengan jenis tremor, dan sebagainya.
2. Pembagian menurut jumlah anggota badan yang cacat
a) Monoplegia
Merupakan cacat Cerebral
palsy yang hanya mempunyai cacat pada sebuah dari anggota geraknya. Misalnya
hanya kaki kiri sedangkan kaki kanannya dan kedua tangannya sehat.
b) Diplegia
Pada diplegia terdapat
dua anggota gerak yang dalam keadaan cacat. Kalau pada diplegia ini terdapat
cacat pada kedua belah kakinya, maka cacat ini dinamakan Paraplegia. Jikalau yang
cacat sebelah dari anggota geraknya misalnya tangan kanan dan kaki kanan atau
tangan kiri dengan kaki kiri, maka disebut hemiplegia.
c) Triplegia
Pada triplegia maka cacat 3 buah dari keempat anggota geraknya.
d) Quadriplegia atau tetraplegia
Dalam golongan ini
termasuk anak-anak Cerebral Palsy yang cacat pada seluruh anggota geraknya.
Jadi cacat pada kedua tangan dan kedua kakinya.
3. Pembagian Cerebral Palsy menurut derajat berat, sedang, dan ringannya
sebagai berikut :
a) Golongan ringan
Tidak
memerlukan pertolongan karena anak tadi dapat mengurus dirinya sendiri dalam
kehidupan sehari
– hari, dapat
bergerak (jalan) tanpa alat – alat dan dapat berbicara tegas.
b) Golongan sedang
Anak – anak
yang memerlukan pertolongan khusus, agar anak tadi dapat mengurus dirinya
sendiri, dapat bergerak dan dapat berbicara. Mungkin untuk anak ini diperlukan
alat – alat khusus misalnya brace untuk memperbaiki cacadnya. Dengan
pertolongan secara khusus masih dapat diharapkan bahwa anak akan dapat mengurus dirinya sendiri, dapat berjalan
dan dapat berbicara sehingga akan dapat hidup di tengah – tengah masyarakat.
c) Golongan berat
Anak – anak cerebral
palsy yang mempunyai cacat sedemikian
rupa sehingga anak tak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Akan tetapi yang paling sukar ialah
menentukan apakah seorang anak cerebral palsy masuk golongan ringan, apakah
masuk golongan sedang dan apakah masuk golongan berat.
Tidak mudah
untuk menentukan apakah bayi yang diperiksa mempunyai cacat atau tidak.
Kalau bayi sudah mencapai umur satu tahun atau lebih, maka cacatnya akan lebih
mudah dilihat. Akan tetapi pada bayi di bawah umur satu tahun kadang – kadang
sangat sukar untuk menentukan apakah bayi tadi sehat atau mempunyai cacat.
Maka kita perlu
mengetahui bagaimana sifat – sifat bayi yang sehat, supaya kita dapat
membedakan dengan bayi yang mungkin mempunyai cacat.
1) Dari lahir sampai umur 4 minggu
Pada umur ini umumnya bayi masih lemah dan segala –
galanya masih memerlukan pertolongan, namun bayi yang sehat pada umumnya
kelihatan bersemangat kelihatan
menunjukan reaksi jika dipegang dan kelihatan dapat aktif minum tetek. Adanya
cacat dapat dibuka
jika misalnya bayi
kelihatan lemah, tidak bersemangat,
meneteknya kurang aktif, pernapasanya lemah, menangisnya lembek, adanya setuip
(kejang), banyak muntah – muntah, bersifat acuh – tak acuh terhadap ibunya. Tanda – tanda
tadi dapat merupakan tanda – tanda kemungkinan adanya cacat serebral
palsy.
2) Umur 1 bulan – 2 bulan
Pada umur ini bayi menunjukan
gerak yang aktif pada kepalanya, jika ada suara misalnya permainan atau
panggilan dari ibunya atau suara
– suara lain maka
kepalanya berputar ke
arah suara tadi
dan pada umumnya kedua tangannya dibengkokkan dan kakinya diluruskan. Gerakan tersebut
merupakan gerakan pada bayi yang sehat. Jika gerak tersebut tidak terdapat maka
kemungkinan bayi tersebut cacat serebral
palsy.
3) Umur 2 bulan – 4 bulan
Pada umur ini
bayi telah dapat menunjukkan ekspresi atau pernyataan dengan mukanya dari gerak
muka kita dapat mengetahui keadaan bayi tadi, misalnya mulai tersenyum atau
tertawa, menangis atau bersungut. Dapat pula mengarahkan padangan matanya pada
suatu benda yang bergerak. Jika tanda – tanda tersebut tidak di dapat maka
kemungkinan bayi menpunyai cacad serebral palsy.
4) Umur 4 bulan – 8 bulan
Pada umur ini
bayi kelihatan sudah dapat menguasai letak dan gerak kepalanya. Misalnya kalau
ia didudukan, maka kepalanya tidak akan jatuh dan kepala tadi dapat digerakkan
ke kanan dan kiri secara aktif. Anak tersebut juga belajar mengulurkan
tangannya untuk memegang salah satu benda. Ia mulai dapat mengeluarkan beberapa
perkataan. Ia mulai dapat sungguh – sungguh tertawa dan menaruh perhatian
sekelilingnya. Jika pada umur tadi kepalanya masih lemah matanya tidak dapat
memandang dengan tegas, ibu jarinya selalu di tekan ke dalam kepalan ke 4
jarinya, maka hal – hal tadi merupakan tranda – tanda adanya cacat serebral
palsy.
5) Umur 8 – 10 bulan
Pada umur 8
bulan bayi sudah dapat berbalik- balik dari tertelungkup ke terlentang, serta
sebaliknya. Dan ia sudah dapat duduk tanpa di pegang. Dia mulai belajar
merangkak, ia dapat memegang benda dengan tepat, dan membawa benda yang di
pegang ke dalam mulutnya. Dan dapat memindahkan benda yang di pegang dari
tangan satu ke tangan yang lainnya. Ia dapat menirukan suara – suara, dapat
mengenal ibu dan ayahnya. Dan ia dengan aktif menginginkan makanannya. Jika
tidak ada tanda –tanda
tersebut maka kemungkinan ada cacad serebral palsy.
6) Umur 10 bulan – 1 tahun
Pada umur ini
anak sudah dapat duduk dengan sempurna, ia dapat duduk sendiri dari berbaring.
Ia telah dapat makan – makanan yang telah ada dalam tangannya dan juga
telah dapat memegang botol minumannya. Ia dapat mengucapkan dengan spontan
beberapa perkataan misalnya ibu, bapak dan lain – lain. Ia dapat didirikan meskipun
masih dengan layanan. Jika pada umur 10
bulan tadi kakinya kelihatan terseret jika merangkak, atau jika kakinya
lurus pada waktu coba didirikan, atau dari mulutnya selalu keluar ludah
sehingga pakainya terus basah dan ia belum dapat makan – makanan yang keras
misalnya roti, maka hal – hal tadi dapat merupakan tanda – tanda kemungkinan
adanya cacad serebral palsy.
7) Umur 1 tahun
Pada umur 1
tahun anak telah mulai belajar berjalan dan pada umumnya dalam umur 15 bulan
sudah dapat berjalan sendiri. Ia telah dapat pula memegang benda – benda yang
kecil diantara ibu jari dan jari telunjuk. Sudah tentu jalannya belum tetap,
akan tetapi makin lama makin baik. Memang sesungguhnya sukar untuk menetapkan
apakah ada cacat cerebral palsy
sebelum anak mencapai umur yang dapat menentukan bahwa ia dapat berjalan dengan
tetap.
Setelah anak menjadi
besar misalnya diatas 2 tahun ke atas, maka tanda-tanda menjadi lebih tampak
dan akan bersifat menurut jenis-jenis cacat cerebral palsy sebagaimana telah
diuraikan dimuka. Anak makin menjadi besar, makin terang tampak tanda-tanda
cacat pada cerebral palsy. Namun demikian kadang-kadang masih perlu pemeriksaan
dokter yang lebih teliti dan pula kadang-kadang masih perlu observasi beberapa
waktu untuk dapat menetapkan ada atau tidaknya cacat, jenis cacat, dan berat
cacat.
D. Faktor
Risiko
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan
terjadinya CP semakin besar antara lain adalah :
1. Letak sungsang
2. Proses persalinan sulit
Masalah
vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda awal yang
menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang
secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.
3. Apgar score rendah
Apgar
score yang rendah hingga 10 – 20 menit setelah kelahiran.
4. BBLR dan prematuritas
Resiko
CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir rendah dengan berat di bawah
2,5 kg.
5. Kehamilan ganda
Resiko
cerebral palsy akan semakin meningkat ketika sejumlah bayi membagi uterus ibu.
6. Malformasi SSP
Sebagian
besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP yang nyata,
misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa
masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.
7. Perdarahaan maternal atau
proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
8. Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10
kehamilan dan peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi.
9. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang
10.
Kejang pada bayi baru lahir
E. Manifestasi
Klinis
Gangguan
motorik berupa kelainan fungsi dan lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang
menyulitkan gambaran klinis cerebral palsy. Kelainan fungsi motorik terdiri
dari:
1. Spastisitas
Terdapat
peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus dan reflek
babinski yang positif . Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang
meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya
pada suatu gabungan otot. Karena itu tampak sikap yang khas dengan kecenderungan
terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan
pergelangan tangan dalam pronasi serta jari jari dalam fleksi sehingga posisi
ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada
sendi paha dan lutut, kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke
dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya.
Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Golongan spastisitas
ini meliputi 2/3-3/4 penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastisitas
tergantung pada letak dan besarnya kerusakan yaitu :
a. Monoplegia/monoparesis : kelumpuhan ke empat anggota gerak
,tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
b. Hemiplegia/hemiparesis : kelumpuhan lengan dan tungkai
di pihak yang sama
c. Diplegia/diparesis : kelumpuhan ke empat
anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan
d. Tetraplegia/tetraparesis : kelumpuhan ke empat anggota gerak
tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai
2. Tonus otot
yang berubah
Bayi
pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flasit dan berbaring seperti
kodok yang terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada ’lower motor
neuron’. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari redah
hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak flasid dan sikapnya seperti
kodok terlentang. Tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya
berubah menjadi spastis. Refleks otot yang normal dan refleks babinski
negatif. Tetapi yang khas ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex’ menetap.
Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia
perinatal atau ikterus. Golongan ini meliputi 10 – 20% dari kasus
‘cerebral palsy’.
3. Koreo-atetosis
Kelainan
yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya
( ‘involuntary movement’) . Pada 6 bulan pertama tampak bayi flasd, tapi
sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan
tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan
ataksia. Kerusakan terletak di ganglia basal dan di sebabkan oleh
asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus. Golongan ini
meliputi 5 – 15% dari kasus cerebral palsy.
4. Ataksia
Ataksia
ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flasid dan
menunjukan perkembangan motorik yang terlambat. Kehilangan keseimbangan tampak
bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semu pergerakan
canggung dan kaku. Kerusakan terletak di cereblum.terdapat kira kira 5% dari
kasus cerebral palsy.
5. Gangguan
pendengaran
Terdapat
pada 5-10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata kata. Terdapat
pada golongan koreo-atetosis.
6. Gangguan
bicara
Disebabkan
oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan
sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot otot tersebut
sehingga anak sulit membentuk kata kata dan sering tampak berliur.
7. Gangguan
mata
Gangguan
mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraki. Pada keadaan
asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% penderita cerebral palsy
menderita kelainan mata.
F. Patofisiologi
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi,
hilangnya neuron dan degenarasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran
sulci dan berat otak rendah. Serebral palsi digambarkan sebagai kekacauan
pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka
otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan
oleh suatu dasar kelainan (structural otak : awal sebelum dilahirkan,
perinatal, atau luka-luka/kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan
ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi).
G. Komplikasi
Ada anak cerebral palsy yang
menderita komplikasi seperti:
1. Kontraktur yaitu sendi tidak dapat
digerakkan atau ditekuk karena otot memendek
2. Skoliosis yaitu tulang belakang
melengkung ke samping disebabkan karena kelumpuhan hemiplegia
3. Dekubitus yaitu adanya suatu luka
yang menjadi borok akibat mengalami kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu
berbaring di tempat tidur
4. Deformitas (perubahan bentuk) akibat
adanya kontraktur
5. Gangguan mental. Anak CP tidak semua
terganggu kecerdasannya, mereka ada yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf
rata-rata, bahkan ada yang berada di atas rata-rata. Komplikasi mental dapat
terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara tidak wajar
H. Pemeriksaan
Diagnostik
1) Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan
setelah diagnosis sebral palsi ditegakkan
2) Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi, CSS normal.
3) Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada
golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak
4) Foto rontgen kepala
5) Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat
pendidikan yang dibutuhkan
6) Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain
dari reterdasi mental
I. Penatalaksanaan
1. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya
simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerjasama yang baik dan merupakan suatu team
antara dokter anak,neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi,
psikologi, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah
luar biasa, dan orang tua penderita.
a.
Fisioterapi
Tindakan
ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program
latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita
pada waktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk
sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang
penderita hidup.
b.
Pembedahan
Bila
terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan
pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut.
Pembedahan stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan pergerekan
koreoatetosis yang berlebihan.
c.
Obat-obatan
Pasien
sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak
gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya.
Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau
untuk menempung pasien ini.
d.
Reedukasi
dan rehabilitasi
Dengan
adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu
mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan
perlu dibuat oleh masing-masing terapist.
Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili
penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan
yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya
sendiri. Fisioterapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang
diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisioterapi ini
harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu
diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang
berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi
dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisioterapi, penderita CP perlu
dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila
mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar
Biasa dapat dilakukan speech therapy
dan occupational therapy yang disesuaikan dengan
keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang
ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup
dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan
untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.
2. Tindakan Keperawatan
a. Mengobservasi
dengan cermat bayi-bayi baru lahir yang beresiko (baca status bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan/ kelahirannya). Jika dijumpai
adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera
memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
b. Jika telah
diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama
di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepada
orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal.
c. Pengobatan yang
dilakukan biasanya tergantung kepada gejala dan bisa berupa : terapi fisik, Loraces
(penyangga), kacamata, alat bantu
dengar, pendidikan dan
sekolah khusus, obat anti
kejang, obat pengendur
otot (untuk mengurangi tremor dan kekakuan) : baclofen dan diazepam, terapi
okupasional, bedah ortopedik/
bedah saraf, untuk merekonstruksi terhadap deformitas yang terjadi, terapi wicara
bisa memperjelas pembicaraan anak dan membantu mengatasi masalah makan.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA CEREBRAL
PALSY
A. Pengkajian
1.
Biodata
a.
Laki-laki lebih
banyak dari pada wanita.
b.
Sering terjadi
pada anak kesulitan pada waktu melahirkan pertama
c.
Kejadian lebih
tinggi pada bayi BBLR dan kembar
d.
Umur ibu lebih
dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara
2.
Kaji riwayat
kehamilan ibu
3.
Riwayat
kesehatan yang berhubungan dengan faktor prenatal, natal dan post natal serta keadaan sekitar kelaahiran yang mempredisposisikan
anoksia janin
4.
Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan, perkembangan terlambat, perkembangan
pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic, kurangnya tonus otot
5.
Monitor respon
untuk bermain
6.
Kapasitas fungsi intelektual anak
7.
Pemeriksaan
Fisik
a.
Muskuluskeletal
:
1)
spastisitas
2)
ataksia
b.
Neurosensory
:
1)
gangguan
menangkap suara tinggi
2)
gangguan bicara
3)
anak berliur
4)
bibir dan lidah
terjadi gerakan dengan sendirinya
5)
strabismus
konvergen dan kelainan refraksi
c.
Eliminasi :
konstipasi
d.
Nutrisi : intake yang kurang
8.
Pemeriksaan
Laboratorium dan Penunjang
a.
Pemeriksaan
pendengaran (untuk menetukan status pendengaran)
b.
Pemeriksaan
penglihatan (untuk menentukan status fungsi penglihatan)
c.
Pemeriksaan
serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes
d.
MRI kepala/CT
scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan bawaaan : dapat
membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel
e.
EEG : mungkin
terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalins)/volsetasenya
meningkat (abses)
f.
Analisa
kromosom
g.
Biopsi otot
h.
Penilaian
psikologik
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d faktor biologis,
disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut/ kesukaran menelan dan
meningkatnya aktivitas
2.
Gangguan aktivitas b/d kelainan gerakan
dan postur tubuh yang tidak progresif
3.
Kerusakan komunikasi verbal b/d
kerusakaan kemampuan untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan
keterlibatan otot-otot fasial sekunder adanya rigiditas
4.
Kurangnya pengetahuan b/d perawatan
dirumah dan kebutuhan terapi
5.
Resiko cidera b/d gangguan fungsi
motorik, ketidak mampuan mengontrol gerakan sekunder terhadap spastisitas
6.
Resiko tinggi kerusakan integritas
kulit b/d imobilitas
C. Rencana
Keperawatan
1.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan faktor biologis,
disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut/ kesukaran menelan dan
meningkatnya aktivitas.
Tujuan :
Setelah
dilaksanakan perawatan, klien diharapkan nutrisi menjadi adekuat, anak
berpartisipasi dalam aktivitas makan sesuai kemampuannya, anak
mengkonsumsi jumlah yang cukup.
Kriteria hasil :
adanya kemajuan
peningkatan berat badan, tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
a) Monitor status
nutrisi pasien, pantau berat badan dan pertumbuhan
Rasional : intervensi
pemberian nutrisi tambahan dapat diimpementasikan bila pertumbuhan mulai
melambat dan berat badan menurun
b)
Monitor pemasukan nutrisi dan kalori
serta pengeluaran
c)
Catat adanya anoreksia, muntah dan
terapkan jika ada hubungan dengan medikasi
d)
Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi, misalnya susu bubuk atau
suplemen yang lain
Rasional : memaksimalkan
kualitas asupan makanan
e)
Ajarkan pola makan yang teratur
Rasional : Memberikan intake
yang adekuat dan menghindari terjadinya komplikasi / memperberat penyakit lebih
lanjut
f)
Baringkan pasien dengan kepala tempat
tidur 30-45 derajat, posisi duduk dan menegakkan leher
Rasional : posisi ideal
saat makan sehingga menurunkan resiko tersedak
g)
Pertahankan kebersihan mulut anak, beri makanan
yang disukai anak
Rasional : Meningkat kerja
sistem endorphin sehingga meningkatkan kemauan untuk makan
h)
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik
Rasional : Meningkatkan gizi
anak
2.
Gangguan aktivitas b/d kelainan gerakan
dan postur tubuh yang tidak progresif.
Tujuan :
Setelah dilaksanakan perawatan, tidak
terjadi gangguan aktivitas lagi.
Kriteria hasil :
Aktivitas
berjalan normal dan tidak ada keluhan terhadap gerakan yang dilakukan.
Intervensi :
a) Berikan
aktifitas ringan yang dapat dikerjakan anak
b) Libatkan anak
dalam mengatur jadwal harian dan memilih aktifitas yang diinginkan
Rasional : Anak dapat meningkatkan kemampuan yang
dimiliki anaknya walaupun terbatas
c) Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi
Rasional
: Membantu pemenuhan kebutuhan
d) Anjurkan
keluarga turut membantu program latihan di rumah
3.
Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakaan
kemampuan untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot
fasial sekunder adanya rigiditas.
Tujuan :
Klien
melakukaan proses komunikasi dalam batas kerusakan.
Intervensi :
a)
Beri tahu ahli terapi wicara dengan
lebih dini
Rasional : sebelum anak mempelajari kebiasaan
komunikasi yang buruk.
b)
Bicara pada anak dengan perlahan
Rasional : memberikan waktu pada anak untuk
memahami pembicaraan
c)
Gunakan artikel dan gambar
Rasional : menguatkan bicara adaan mendorong
pemahaman
d)
Gunakan teknik makan
Rasional : membantu memudahkan bicara seperti
menggunakan bibir, gigi dan berbagai gerakan lidah.
e)
Ajari dan gunakan metode komunikasi
non-verbal (misalnya, bahasa isyarat)
untuk anak dengan disartria berat.
f)
Bantu keluarga mendapatkan alat
elektronik untuk memudahkan komunikasi non-verbal (misalnya, mesin tik, microkomputer
dengan pengolah suara).
4.
Kurangnya pengetahuan b/d perawatan
dirumah dan kebutuhan terapi
Tujuan :
Setelah
dilaksanakan perawatan, diharapkan pengetahuan akan perawatan dan terapi
meningkat.
Kriteria hasil :
a)
Menyatakan pemahaman terhadap perawatan
dirumah dan kebutuhan terapi
b)
Melakukan perilaku/perubahan pola hidup
untuk memperbaiki status kesehatan
c)
Kebutuhan terapi dapat dipenuhi
Intervensi :
a) Berikan
informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang singkat dan sederhana
Rasional : Menurunnya rentang perhatian pasien
dapat menurunkan kemampuan untuk menerima/memproses dan mengingat/menyimpan
informasi yang diberikan
b) Diskusikan
mengenai kemungkinan proses penyembuhan yang lama
Rasional : Proses pemulihan dapat berlangsung dalam
beberapa minggu/bulan dan informasi yang tepat mengenai harapan dapat menolong
pasien untuk mengatasi ketidakmampuannya dan juga menerima perasaa tidak nyaman
yang lama
c) Berikan
informasi tentang kebutuhan untuk diet tinggi protein/ karbohidrat yang dapat diberikan/dimakan
dalam jumlah kecil tetapi sering
Rasional
: Meningkatkan proses penyembuhan, makan-makanan jumlah kecil tetapi sering
akan memerlukan kalori yang sedikit pada proses metabolisme, menurunkan iritasi
lambung dan mungkin juga meningkatkan pemasukan secara total.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin,
Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Latief,
Abdul dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar