KEBUTUHAN
DASAR MANUSIA
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN ELIMINASI URIN DAN FEKAL
Makalah
ini disusun oleh :
1. Dewi
Andriani
2. Misbakhul
Munir
3. Nisa
Aprilia S
4. Nur
Hidayati M
5. Pristian
Aji S
Akademi
Keperawatan
Tahun
Pelajaran 2013/2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan
Kebutuhan Eliminasi Fekal dan Urin ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Lutiyah selaku Dosen mata
kuliah Kebutuhan Dasar Manusia yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai pengertian,bagaimana cara menangani pasien eliminasi fekal dan urin. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai pengertian,bagaimana cara menangani pasien eliminasi fekal dan urin. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Purworejo,
8 Oktober 2013
Penyusun
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa
metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses
pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan
dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih,
dan uretra. Proses ini terjadi dari dua
langkah utama yaitu : kandung kemih.
Secara progresif terisi sampai tegangan
di dindingnya meningkat di atas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah
kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih)
yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya
menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi
adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau
ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Defekasi
adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi
dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltic mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa
produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi
dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain.
Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi
dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan
dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit
dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi
tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal
; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan
mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawatan
harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi
eliminasi.
1.2
Rumusan Masalah
2.
Bagaimana
pengkajian
keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin dan
fekal?
3.
Bagaimana
diagnosa
keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin dan
fekal?
4. Bagaimana membuat
perencanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
eliminasi urin dan fekal?
5.
Bagaimana
membantu pasien dengan eliminasi urin dan fekal?
6.
Bagaimana
melaksanakan evakuasi fecal?
7.
Bagaimana
melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urin dan fekal?
1.3
Tujuan
2.
Mengetahui pengkajian keperawatan pada
pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin dan fekal
3.
Merumuskan
diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi
urin dan fekal
4.
Dapat
membuat perencanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
eliminasi urin dan fekal
5.
Mengetahui
agaimana membantu pasien dengan eliminasi urin dan fekal
6.
Mengetahui
bagaimana melaksanakan evakuasi fecal
7.
Mengetahui
bagaimana melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urin dan fekal
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengkajian
Keperawatan
Pengkajian pada kebutuhan eliminasi urine meliputi :
1. Kebiasaan
berkemih
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebisaan berkemih serta hambatannya. Frekuensi berkemih tergatung pada kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang berkemih setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada waktu malam hari.
Pengkajian ini meliputi bagaimana kebisaan berkemih serta hambatannya. Frekuensi berkemih tergatung pada kebiasaan dan kesempatan. Banyak orang berkemih setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada waktu malam hari.
2. Pola
berkemih
•
frekuensi berkemih
frekuesi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam.
frekuesi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih dalam waktu 24 jam.
•
Urgensi
Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang ke toilet karena takut mengalami inkotinensia jika tidak berkemih.
Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang ke toilet karena takut mengalami inkotinensia jika tidak berkemih.
•
Disuria
Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan ini ditemukan pada struktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria.
Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan ini ditemukan pada struktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria.
•
Poliuria
Keadaan produksi urine yang abnormal yang jumlahnya lebih besar tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Keadaan ini dapat terjadi pada penyakit diabetes, defisiensi ADH, dan penyakit kronis ginjal.
Keadaan produksi urine yang abnormal yang jumlahnya lebih besar tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Keadaan ini dapat terjadi pada penyakit diabetes, defisiensi ADH, dan penyakit kronis ginjal.
•
Urinaria supresi
Keadaan produksi urine yang berhenti secara mendadak. Bila produksi urine kurang dari 100 ml/hari dapat dikatakan anuria, tetapi bila produksinya antara 100 – 500 ml/hari dapat dikatakan sebagai oliguria.
Keadaan produksi urine yang berhenti secara mendadak. Bila produksi urine kurang dari 100 ml/hari dapat dikatakan anuria, tetapi bila produksinya antara 100 – 500 ml/hari dapat dikatakan sebagai oliguria.
3. Volume urine
Volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam.
4. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih
Volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam.
4. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih
•
diet dan asupan (diet tinggi protein dan
natrium) dapat mempengaruhi jumlah urine yang dibentuk, sedangkan kopi dapat
meningkatkan jumlah urine.
•
gaya hidup
•
stress psikologi dapat meningkatkan
frekuensi keinginan berkemih
•
tingkat aktivitas
5. Keadaan urine
Keadaan urine meliputi : warna, bau, berat jenis, kejernihan, pH, protein, darah, glukosa.
6. Tanda klinis gangguan eliminasi urine seperti retensi urine, inkontinensia urine.
Keadaan urine meliputi : warna, bau, berat jenis, kejernihan, pH, protein, darah, glukosa.
6. Tanda klinis gangguan eliminasi urine seperti retensi urine, inkontinensia urine.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang terjadi pada masalah
kebutuhan eliminasi urine adalah sebagai berikut :
1. Perubahan pola eliminasi urine
·
Ketidakmampuan saluran kemih akibat
anomali saluran urinaria
·
Penurunan kapasitas atau iritasi kandung
kemih akibat penyakit
·
Kerusakan pada saluran kemih
·
Efek pembedahan pada saluran kemih
2. Inkontinensia fungsional
·
Penurunan isyarat kandung kemih
·
Kerusakan kemampuan untuk mengenal
isyarat akibat cedera atau kerusakan kandung kemih
·
Kerusakan mobilitas
·
Kehilangan kemampuan motoris dan
sensoris
3. Inkontinensia refleks
Gagalnya fungsi rangsang di atas tingkatan arkus
refleks akibat cedera pada medulla spinalis
4. Inkontinensia stress
·
Tingginya tekanan Intraabdimibal dan
lemahnya otor pelviks akibat kehamilan
·
Penurunan tonus otot
5. Inkontinensia total
Defisit komunikasi atau persepsi
6. Inkontinensia dorongan
Penurunan kapasitas kandung kemih akibat penyakit
infeksi, trauma, tindakan pembedahan, faktor penuaan
7. Retensi urine
Adanya hambatan pada sfingter akibat penyakit struktur,
BHP
8. Perubahan body image
Inkontinensia dan enuresis
9. Resiko terjadinya infeksi saluran kemih
pemasangan kateter dan kebersihan perineum yang kurang
10. Resiko perubahan keseimbangan cairan dan
elektrolit gangguan drainase ureterostomi
2.3 Perencanaan Keperawatan
2.3 Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
- Memberikan intake cairan secara tepat, Intake cairan secara tepat, pasien dengan masalah perkemihan yang sering intake jumlah cairan setiap hari ditentukan dokter. Pasien dengan infeksi perkemihan, cairannya sering ditingkatkan. Pasien dengan edema cairannya dibatasi.
- Memastikan keseimbangan intake dan output cairan, mengukur intake dan output cairan. Jumlah caiaran yang masuk dan keluar dalam setiap hari harus diukur, untuk mengetahui kesimbangan cairan.
- Mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
- Membantu mempertahankan secara normal berkemih.
- Mencegah kerusakan kulit.
- Membantu pasien mempertahankan posisi normal untuk berkemih.
- Memberikan kebebasan untuk pasien.
- Mencegah infeksi saluran kemih.
- Memberikan bantuan pada saat pasien pertama kali merasa ingin buang air kecil Jika menggunakan bedpan atau urinal yakin itu dalam keadaan hangat.
- Memulihkan self esteem atau mencegah tekanan emosional.
- Bila pasien menggunakan bedpan, tinggikan bagian kepala tempat tidur dengan posisi fowler dan letakkan bantal kecil dibawah leher untuk meningkatkan support dan kenyamanan fisik (prosedur membantu memberi pispot/urinal).
- Untuk anak kecil meningkatkan kontrol berkemih dan self esteem.
2.4 Rencana Tindakan
1.
monitor/observasi perubahan faktor,
tanda dan gejala terhadap masalah perubahan eliminasi urine, retensi dan
urgensia
2.
kurangi faktor yang
mempengaruhi/penyebab masalah
3.
monitor terus perubahan retensi urine
4.
lakukan kateterisasi urine
Inkontinensia dorongan
1.
pertahankan hidrasi secara optimal
2.
ajarkan untuk meningkatkan kapasitas
kandung kemih dengan
3.
ajarkan pola berkemih terencana (untuk
mengatasi kontraksi kandung kemih yang tidak biasa)
4.
anjurkan berkemih pada saat terjaga
seperti setelah makan, latihan fisik, mandi
5.
anjurkan untuk menahan sampai waktu
berkemih
6.
lakukan kolaborasi dengan tim dokter
dalam mengatasi iritasi kandung kemih
Inkontinensia
total
1.
pertahankan jumlah cairan dan berkemih
2.
rencanakan program kateterisasi intermiten
apabila ada indikasi
3.
apabila terjadi kegagalan pada latihan
kandung kemih pertimbangan untuk pemasangan kateter indweeling
Inkontinensia stress
Kurangi faktor
penyebab seperti :
1.
Kehilangan jaringan atau tonus otot,
dengan cara :
•
ajarkan untuk mengidentifikasi otot dasar pelviks dan kekuatan dan kelemahannya
saat melakukan latihan
• untuk otot dasar pelviks anterior bayangkan anda mencoba menghentikan aliran urine, kencangkan otot-otot belakang dan depan dalam waktu 10 detik, kemudian lepaskan atau rileks, ulangi hingga 10 kali dan lakukan 4 kali sehari
• untuk otot dasar pelviks anterior bayangkan anda mencoba menghentikan aliran urine, kencangkan otot-otot belakang dan depan dalam waktu 10 detik, kemudian lepaskan atau rileks, ulangi hingga 10 kali dan lakukan 4 kali sehari
2.
Meningkatkan tekanan abdomen dengan cara
:
•
latih untuk menghindari duduk lama
• latih untuk sering berkemih sedikitnya tiap 2 jam
• latih untuk sering berkemih sedikitnya tiap 2 jam
Inkontinensia
fungsional
Ajarkan teknik
merangsang refleks berkemih, dengan berkemih seperti :
mekanisme supra
pubis kutaneus
1. ketuk supra
pubis secara dalam, tajam dan berulang
2. anjurkan
pasien untuk :
·
posisi setengah duduk
·
mengetuk kandung kemih secara langsug
denga rata-rata 7 – 8 kali setiap detik
·
gunakan sarung tangan
·
pindahkan sisi rangsangan di atas
kandung kemih untuk menentukan posisi saling berhasil
·
lakukan hingga aliran baik
·
tunggu kurang lebih 1 menit dan ulangi
hingga kandung kemih kosong
·
apabila rangsangan dua kali lebih dan
tidak ada respon, berarti sudah tidak ada lagi yang dikeluarkan
3. apabila
belum berhasil, lakukan hal berikut ini selama 2- 3 menit dan berikan jeda
waktu 1 menit di antara setiap kegiatan
·
tekan gland penis
·
pukul perut di atas ligamen inguinalis
·
tekan paha bagian dalam
4. catat jumlah
asupan dan pengeluaran
5. jadwalkan program
kateterisasi pada saat tertentu
Inkontinensia Fungsional
Inkontinensia Fungsional
1. tingkatkan
faktor yang berperan dalam kontinen, seperti :
a. Pertahakan
hidrasi optimal dengan cara
b. Pertahankan
nutrisi yang adekuat
c. Tingkatkan
intergritas diri dan berikan motivasi kemampuan mengontrol kandung kemih,
dengan cara menghindari penggunaan bedpan (pispot).
d. Tingkatkan
integritas kulit
e. Tingkatkan
higiene perseorangan
2. Jelaskan cara
mengenali perubahan urine yang abnormal seperti adanya peningkatan mukosa,
darah dalam urine dan perubahan warna
3. Ajarkan cara
memantau adanya tanda dan ISK, seperti peningkatan suhu, perubahan keadaan
urine, nyeri supra pubis bagian atas, nyeri saat berkemih, mual, muntah
2.5 Pelaksanaan (Tindakan Keperawatan)
2.5 Pelaksanaan (Tindakan Keperawatan)
Pengumpulan
Urine untuk Bahan Pemeriksaan
Mengingat tujuan
pemeriksaan berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga dibeda-bedakan
sesuai dengan tujuannya. Cara pengambilan urine tersebut antara lain : pengambilan
urine biasa, pengambilan urine steril dan pengumpulan selama 24 jam.
1.
Pengambilan urine biasa merupakan
pengambilan urine dengan cara mengeluarkan urine seperti biasa, yaitu buang air
kecil. Biasanya untuk memeriksa gula atau kehamilan.
2.
Pengambilan urine steril merupakan
pengambilan urine dengan cara dengan menggunakan alat steril, dilakukan dengan
menggunakan alat steril, dilakukan dengan keteterisasi atau pungsi supra pubis.
Pengambilan urine steril bertujuan mengetahui adanya infeksi pada uretra,
ginjal atau saluran kemih lainnya.
3.
Pengambilan urine selama 24 jam
merupakan pengambilan urine yang dikumpulkan dalam 24 jam, bertujuan untuk
mengeetahui jumlah urine selama 24 jam dan mengukur berat jenis urine, asupan
dan pengeluaran serta mengetahui fungsi ginjal.
Alat :
1.
botol penampung beserta penutup
2.
etiket khusus
Prosedur Kerja
1.
Mencuci tangan
2.
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3.
Bagi pasien yang tidak mampu buang air
kecil sendiri, bantu untuk BAK, keluarkan urine setelah itu tampung dengan
meggunakan botol
4.
Bagi pasien yang mampu BAK sendiri,
anjurkan pasien untuk BAK dan anjurkan untuk menampung urine ke dalam botol
5.
Catat nama dan tanggal pengambilan
pemeriksaan
6.
Cuci tangan
Menolong pasien untuk
buang air kecil dengan menggunakan urinal
Menolong BAK
dengan menggunakan urinal merupakan tindakan keperawatan dengan membantu pasien
yang tidak mampu BAK sendiri di kamar kecil dengan menggunakan alat penampung
dengan tujuan menampung urine dan mengetahui kelainan urine (warna dan jumlah).
Alat dan bahan :
1. urinal
2. pengalas
3. tisu
Prosedur Kerja
1.
Cuci tangan
2.
Jelaskan prosedur pada pasien
3.
Pasang alas urinal di bawah glutea
4.
Lepas pakaian bawah pasien
5.
Pasang urinal di bawah glutea/pinggul
atau diantara kedua paha
6.
Anjurkan pasien untuk berkemih
7.
Setelah selesai, rapikan alat
8.
Cuci tangan dan catat warna serta jumlah
produksi urine
Melakukan
kateterisasi
Indikasi :
Tipe Intermitten
·
tidak mampu berkemih 8 – 12 jam setelah
operasi
·
retensi akut setelah trauma uretra
·
tidak mampu berkemih akibat obat sedatif
atau analgesic
·
cedera pada tulang belakang
·
degenerasi neuromuskular secara progresif
·
pengeluaran urine residual
Tipe Indwelling
·
obstruksi aliran urine
·
pasca operasi saluran uretra dan
struktur disekitarnya
·
obstruksi uretra
·
inkontinensia dan disorientasi berat
Alat dan bahan
1.
sarung tangan steril
2.
kateter steril (sesuai dengan ukurannya
dan jenis)
3.
Duk steril
4.
minyak pelumas/ gel
5.
larutan pembersih antiseptic
6.
spuit yang berisi cairan
7.
perlak dan alasnya
8.
pinset anatomi
9.
bengkok
10.
urinal bag
11.
sampiran
Prosedur Kerja
Untuk pasien pria :
1.
Cuci tangan
2.
Jelaskan prosedur
3.
Atur ruangan/pasang sampiran
4.
Pasang perlak/alas
5.
Gunakan sarung steril
6.
Pasang duk steril
7.
Pegang penis dengan tangan sebelah kiri,
lalu preputium ditarik sedikt ke pangkalnya dan bersihkan dengan kapas savlon
8.
Beri gel pada ujung kateter, lalu
masukkan pelan-pelan sambil anjurkan untuk tarik napas
9.
Jika tertahan, jangan dipaksa
10.
Setelah kateter masuk, isi balon dengan
cairan aquades
11.
Sambung kateter dengan urobag dan
fiksasi ke arah paha
12.
Rapikan alat
13.
Cuci tangan
Untuk
pasien wanita :
1.
Cuci tangan
2.
Jelaskan prosedur
3.
Atur ruangan
4.
Pasang perlak/alas
5.
Gunakan sarung tangan steril
6.
Pasang duk steril
7.
Bersihkan vulva kapas savlon dari atas
ke bawah
8.
Buka labia mayor dengan ibu jari dan
telunjuk tangan kiri lalu bersihkan bagian dalam
9.
Beri gel pada ujung kateter lalu
masukkan pelan-pelan sambil anjurkan tarik napas, hingga urine keluar
10.
Setelah selesai, isi balon dengan cairan
aquades atau sejenisnya menggunakan spoit
11.
Sambung kateter dengan urine bag dan
fiksasi ke arah samping
12.
Rapikan alat
13.
Cuci tangan
Menggunakan
kondom kateter
Menggunakan kondom kateter merupakan
tindakan keperawatan dengan cara memberikan kondom kateter pada pasien yang
tidak mampu mengontrol berkemih. Cara ini bertujuan agar pasien dapat berkemih
dan mempertahankannya.
Alat
dan bahan :
1.
sarung tangan
2.
air sabun
3.
pengalas
4.
kondom kateter
5.
Urinal bag
6.
sampiran
Prosedur
kerja
1.
Cuci tangan
2.
Jelaskan prosedur pada klien
3.
Atur ruangan/pasang sampiran
4.
Pasang perlak/alas
5.
Gunakan sarung tangan
6.
Atur posisi klien dengan terlentang
7.
Bersihkan area genitalia dengan sabun
dan bilas dengan air hangat bersih kemudian keringkan
8.
Lakukan pemasangan kondom dengan
menyisakan 2,5 – 5 cm ruang antara glans penis dengan ujung kondom
9.
Letakkan batang penis dengan perekat
elastis, tapi jangan terlalu ketat
10.
Hubungkan ujung kondom kateter dengan
saluran urobag
11.
Rapikan alat
12.
Cuci tangan
2.6 Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi keperawatan
terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum dapat dinilai dari
adanya kemampuan dalam :
1.
Miksi dengan normal, ditunjukkan dengan
kemampuan berkemih sesuai dengan asupan cairan dan pasien mampu berkemih tanpa
menggunakan obat, kompresi pada kandung kemih atau kateter
2. Mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurangnya distensi, volume urine residu, dan lancarnya kepatenan drainase
3. Mencegah infeksi/ bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya infeksi, tidak ditemukan adanya disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar
4. Mempertahankan intergritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering tanpa inflamasi dan kulit di sekitar uterostomi kering
5. Memberikan pasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria, tidak ditemukan adanya distensi kandung kemih dan adanya ekspresi senang
6. Melakukan Bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi inkontinensia dan mampu berkemih di saat ingin berkemih
2. Mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurangnya distensi, volume urine residu, dan lancarnya kepatenan drainase
3. Mencegah infeksi/ bebas dari infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya infeksi, tidak ditemukan adanya disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar
4. Mempertahankan intergritas kulit, ditunjukkan dengan adanya perineal kering tanpa inflamasi dan kulit di sekitar uterostomi kering
5. Memberikan pasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disuria, tidak ditemukan adanya distensi kandung kemih dan adanya ekspresi senang
6. Melakukan Bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya frekuensi inkontinensia dan mampu berkemih di saat ingin berkemih
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan eliminasi fekal dan urin dilakukan untuk memenuhu kebutuhan dasar manusia. Karena jika tidak dilaksanakan, akan menimbulkan banyak masalah kesehatan.
Tahap-tahap asuhan keperawatan juga harus dilakukan sesuai prosedur. Mulai dari pengkajian, intervensi, pelaksaan, hingga evaluasi. Sehingga pasien dapat nyaman dan kembali sembuh.
3.2 Usul dan Saran
1. Bagi perawat agar dapat menunjang kebersihan keperawatan maka perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan kasus retensio urine
2. Perawat hendaknya menerapkan asuhan keperawatan dalam melaksanakan proses
3.
Perlu ada kerja
sama antara perawat dan pihak keluarga pasien yang baik, agar intervensi yang
dilakukan dapat terlaksana dengan baik untruk mengatasi masalah pasien.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/46810174/Asuhan-Keperawatan-pada-Pasien-dengan-Gangguan-Eliminasi-Urine-dan-Fekal
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II Pembahasan
2.1 Pengkajian
2.2 Diagnosa Keperawatan
2.3 Perencanaan Keperawatan
2.4 Rencana Tindakan
2.5 Pelaksanaan (Tindakan Keperawatan)
2.6 Evaluasi Keperawatan
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar