LAPORAN PENDAHULUAN PERDARAHAN
PERSALINAN
A.
Pengertian
Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan melebihi 500 ml
pasca persalinan setelah bayi lahir. (Ambar Dwi, 2010)
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai
24 jam setelah kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah
melalui saluran genital. (Vicky Chapman, 2006)
Hemorargi
Post Partum (HPP) adalah kehilangan darah sebanyak 500cc atau lebih dari
traktus genetalia setelah melahirkan (Suherni, 2009: 128)
HPP
adalah hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala III persalinan selesai.
(F. Gary Cunningham, 2006: 704)
HPP
adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta
lahir). (Prawirohardjo, Sarwono, 2005: 188)
HPP
adalah perdarahan pervagina lebih dari 500 ml setelah melahirkan (EGC, 2006:
107)
HPP adalah perdarahan yang melebihi 500 ml
(Prawirohardjo, Sarwono, 2007: 173)
B. Anatomi Fisiologi
a.
Uterus
1) Ukuran
Untuk akomodasi pertumbuhan janin,
rahim membesar akibat hipertropi dan hiperlasi otot rahim, serabut-serabut
kolagennya menjadi higroskopik, endometrium menjadi desidua. Ukuran pada
kehamilan cukup bulan adalah 30 x 25 x 20 cm dengan kapasitas 4.000 cc.
2) Berat
Berat rahim naik secara luar biasa
dari 30 gram menjadi 1000 gram pada akhir kehamilan (40 minggu).
3) Bentuk dan konsistensi
Pada bulan-bulan pertama kehamilan,
bentuk rahim seperti buah alpukat. Pada kehamilan 4 bulan berbentuk bulat,
sedangkan pada akhir kehamilan berbentuk bujur telur.
Pada minggu pertama isthmus uteri
mengalami hipertropi dan bertambah panjang sehingga bila diraba terasa lebuh panjang
dan terasa lebih lunak (soft) keadaan ini disebut tanda hegar. Pada
kehamilan 5 bulan rahim tarasa seperti berisi cairan ketuban dan dinding rahim
terasa tipis. Hal ini kerena bagian-bagian janin sudah dapat dipalpasi dari
luar.
4) Posisi Rahim
Pada permulaan kehamilan, uterus
dalam letak antefleksi atau retrofleksi. Pada usia kehamilan 16 minggu rahim
tetap berada didalam rongga pelvis. Setelah 16 minggu baru memasuki rongga
perut yang dalam pembesarannya dapat mencapai batas hati. Rahim yang hamil
biasanya mobilitasnya lebih mengisi rongga abdomen kanan atau kiri.
5) Gambaran Besarnya Rahim Dan Tuanya Kehamilan
a) Pada usia kehamilan 16
minggu, cavum uteri seluruhnya diisi oleh amnion. Dimana desidua kapsuralis dan
desudua vera (parietalis) telah menjadi satu. Tinggi fundus uteri terletak
antara pertengahan simpisis dan pusat. Plasenta telah terbentuk seluruhnya.
b) Pada usia kehamilan 20
minggu TFU terletak 2-3 jari dibawah pusat
c) Pada usia kehamilan 24
minggu TFU terletak tepat setinggi pusat
d) Pada usia kehamilan 28
minggu TFU terletak 2-3 jari diatas pusat.
e) Pada usia kehamilan 2 minggu
TFU terltak pertengahan antara pusat dan prosesus xipoideus
f) Pada usia kehamilan 36
minggu TFU terletak 1 jari dibawah prosessus xipoideus. Kepala belum masuk PAP
(pintu atas panggul)
g) Pada usia kehamilan 40
minggu TFU turun kembali seperi semula lonjong sepeti telur yaitu 3 jari
dibawah prosesus xipoideus.
b.
Perubahan Pada Serviks
Serviks bertambah vaskularisasinya da menjadi lunak (soft)
yang disebut ddengan tanda goodlle. Kelenjer
endoservikal membesar dan mengeluarkan banyak cairan mucus. Oleh karena
pertambahan dan pelebaran pembuluh darah warnanya menjadi merah ke biru-biruan
(livide) yang disebut tanda chadwick. Pada
akhir kehamilan serviks menjadi lunak sekali dan potio menjadi pendek dan dapat
dimasuki dengan mudah oleh 1 jari. Hal ini disebut dengan serviks yang matan g
dan merupakan syarat untuk persalinan anjuran.
c.
Vagina Dan Vulva
Vagina dan vulva mengalami perubahan karena pengaruh
estrogen. Akibat dari hipervaskularisasi, vagina dan vulva terlihat lebih merah
atau kebiruan. Pada vagina atau portio serviks disebut tanda chadwick, kekenyalan (elastisitas) vagina bertambah dalam
kehamilan. Reaksi asam Ph 3,5 -6,0. Reaksi asam ini disebabkan terbentuknya
acidum lakticum sebagai hasil penghancuran glikogen yang berada dalam sel-sel
epitel vagina. Reaksi asam ini mempunyai sifat bakterisida.
d.
Ovarium dan Tuba Falopii
Pada permulaan kehamilan terdapat korpus leteum grafiditas
sampai terbentuknya plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu. korpus luteum
grafiditas berdiameter kira-kira 3cm dan korpus luteum akan mengecil dengan
terbentuknya plasenta korpus luteum akan mengeluarkan hormon estrogen dan
progesteron korpus luteum mensintesis hormon relaksin yang
berfungsi untuk menenangkan otot uterus sehingga janin dapat tumbuh dengan baik
sampai aterm. Kejadian ini tidak dapat lepas dari kemaluan vili korealis yang
mengeluarkan hormon korionik gonadotropin yang mirip dengan hormon lutetropik
hipofisis anterior. (Abdul Bari, dkk, 2009)
C.
Etiologi
1.
Atonia
Uteri
2.
Retensi
Plasenta
3.
Sisa
Plasenta dan selaput ketuban
a. Pelekatan yang abnormal (plasaenta
akreta dan perkreta)
b. Tidak ada kelainan perlekatan
(plasenta seccenturia)
4.
Trauma
jalan lahir
a.
Episiotomi
yang lebar
b.
Lacerasi
perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c.
Rupture
uteri
5.
Penyakit
darah
Kelainan
pembekuan darah misalnya afibrinogenemia/hipofibrinogenemia
Tanda
yang sering dijumpai :
a.
Perdarahan
yang banyak.
b.
Solusio
plasenta.
c.
Kematian
janin yang lama dalam kandungan.
d.
Pre
eklampsia dan eklampsia.
e.
Infeksi,
hepatitis dan syok septik.
6.
Hematoma
7.
Inversi
Uterus
8.
Subinvolusi
Uterus
Hal-hal
yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan, yaitu:
Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1.
Riwayat
perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2.
Grande
multipara (lebih dari empat anak).
3.
Jarak
kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4.
Bekas
operasi Caesar.
5.
Pernah
abortus (keguguran) sebelumnya.
6.
Hasil
pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
a.
Persalinan/kala
II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
b.
Uterus
terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
c.
Uterus
yang kelelahan, persalinan lama.
d.
Uterus
yang lembek akibat narkosa.
e.
Inversi
uteri primer dan sekunder.
D. Tanda dan Gejala
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek
dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer). Gejala
yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan
kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan
segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik,
plasenta baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta
belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik gejala
yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi
uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa
plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta
atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan
segera. Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi
tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak
teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum
lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat. Gejala yang
kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
E. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi
karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta
memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus
maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka
tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah
sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot
uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang
banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska
persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan
servix, vagina dan perinium.
Dalam persalinan pembuluh darah yang
ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atonia uteri dan
subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah yang melebar tadi tidak
menutup sempura sehingga terjadi per darahan terus menerus. Trauma jalan terakhir
seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga
menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada
ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada kurangnya
fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyabab dari
perdarahan dari postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong
pada keadaan shock hemoragik.
Lepasnya plasenta tidak terjadi
bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada tempat implementasinya yang akan
menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus, sehingga sebagian
pembuluh darah terbuka serta menimbulkan perdarahan. Perdarahan placenta rest
dapat diterangkan dalam mekanisme yang sama dimana akan terjadi gangguan
pembentukan thrombus di ujung pembuluh darah, sehingga menghambat terjadinya
perdarahan. Pemebentukan epitel akan terganggu sehingga akan menimbulkan
perdarahan berkepanjangan. (I.B.G Manuaba, 2007)
Penatalaksanaan Perdarahan
Persalinan
Dengan
adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan
kuat, uterus harus diurut :
1. Pijat
dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk
menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan
pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia
uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang
signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.
2. Dorongan
pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila
perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
3. Pantau
tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama
berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan
uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang
tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus,
mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
4. Berikan
kompres es selama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko
mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk
setelah 12 jam.
5. Pertahankan
pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18, untuk
pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan
golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang
persalinan.
6. Pemberian
20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti efektif
bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus
secara efektif
7. Bila
cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat
merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk
mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
8. Pantau
asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk
memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
9. Berikan
oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila
terdapat tanda kegawatan pernafasan.
Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia
Bila
terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera
minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil dimana
terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut:
1. Pasang
infuse
2. Pemberian
uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5 cc
hingga 1 cc
3. Kosongkan
kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus
4. Keluarkan
plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan plasenta manual (di
rumah sakit)
5. Periksa
apakah masih ada plasenta yang tertinggal (bila masih berdarah)
6. Dalam
keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi
aorta.
Bila perdarahan terjadi
setelah plasenta lahir, dapat dilakukan dengan :
1) Pemberian
uterotonika intravena
2) Kosongkan
kandung kemih
3) Menekan
uterus-perasat Crede
4)
Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau
kompresi aorta.
Perdarahan
postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir
Perdarahan
pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa
terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu
penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya,
jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.
Untuk
robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon pada liang
senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus dan pemberian
uterotonika intravena.
F. Pengkajian Fokus
Pengkajian primer
Airway
: tidak ada obstruksi
Breathing
: tekanan darah tidak normal/ turun, pernafasan meningkat, nafas cepat, nafas
dalam dan dangkal
Circulation
: tekanan darah tidak normal/ turun, nadi meningkat, suhu hangat, kesadaran
normal, sianosis, kapilary refill memanjang, kulit hangat, perdarahan
Dissability
: badan lemah
Exposure
: keluar keringat dingin
Pengkajian sekunder
a. Aktivitas istirahat : Insomia mungkin teramat.
b. Sirkulasi : kehilangan darah selama proses post
portum
c. Integritas ego : Peka rangsang, takut atau menangis
sering terlihat kira-kira 3
hari setelah melahirkan “post portum blues”
d. Eliminasi : BAK tidak teratur sampai
hari ke 2 dan ke 5
e. Makan dan cairan : Kehilangan nafsu
makan mungkin dikeluhkan kira-kira sampai hari ke 5
f. Persepsi sensori: Tidak ada gerakan dan sensori
g. Nyeri dan ketidaknyamanan : Nyeri tekan payudara dan pembesaran
dapat terjadi diantara hari
ke 3 sampai hari ke 5 post partum
h. Seksualitas:
1) Uterus diatas umbilikus pada 12 jam
setelah kelahiran menurun satu jari setiap harinya
2) Lochea rubra berlanjut sampai hari
ke 2
3) Payudara produksi kolostrum 24 jam
pertama
G. Diagnosa Keperawatan
1)
Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan penurunan energi dan kelelahan
2)
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
3)
Ketidakefektifan
perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
H. Intervensi Keperawatan
1.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan energi dan kelelahan
Kriteria
Hasil NOC :
Menunjukkan
Status Pernafasan : Ventilasi tidak Terganggu, yang dibuktikan oleh indikator
gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan, tidak ada gangguan) :
-
Kedalaman inspirasi dan kemudahan
bernafas
-
Ekspansi dada simetris
Pasien
akan :
-
Mempunyai kecepatan dan irama pernafasan
dalam batas normal
-
Menunjukkan pernafasan optimal
Intervensi
NIC :
O
: Pantau adanya pucat dan sianosis
Pantau
percepatan, irama, kedalaman, dan upaya pernafasan
N
: Minta pasien untuk mengubah posisi semi fowler, batuk dan nafas dalam setiap
1 menit
E
: Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernafasan
C
: Berikan obat sesuai program
2.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif
Kriteria
Hasil NOC :
Keseimbangan
Elektrolit dan Asam Basa akan dicapai, dibuktikan oleh indikator gangguan
sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, tidak
ada gangguan) :
-
Frekuensi nadi dan irama jantung apical
-
Frekuensi dan irama nafas
-
Kewaspadaan mental dan orientasi
kognitif
Pasien
akan :
-
Tidak mengalami haus yang tidak normal
-
Menampilkan hidrasi yang baik
Intervensi
NIC :
O
: Pantau perdarahan (misalnya, periksa semua secret dari adanya darah nyata
atau darah samar)
N
: Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 1 jam, hitung asupan yang diinginkan
sepanjang shift pagi
E
: Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus
C
: Laporkan dan catat haluaran lebih dari 2000cc
3.
Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
Kriteria
Hasil NOC :
Menunjukkan
Status Sirkulasi, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5:
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan dan tidak ada gangguan):
-
Angina dan suara nafas tambahan,
distensi vena leher, edema (paru), atau bruit (pembuluh darah besar)
-
Keletihan ekstrem dan edema perifer dan
asites
Intervensi
NIC :
O : Pantau frekuensi jantung dan irama
jantung
N : Tingkatkan istirahat (misalnya,
batasi pengunjung dan kendalikan stimulus lingkungan)
E : Ajarkan pasien dan keluarga untuk
menghindari melakukan manufer valsava (misalnya, jangan mengedan saat defekasi)
C : Berikan obat berdasarkan program/
protocol (misalnya obat-obatan analgesic, antikoagulan, nitrogliserin,
vasodilator diuretic dan inotropik positif dan obat kontraktilitas)
I.Daftar Pustaka
Chapman,
Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan
dan Kelahiran. Jakarta:
EGC.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Profil
Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Erawati,
Ambar Dwi. 2010. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan Persalinan Normal.
Jakarta: EGC.
Wilkinson,
Judith M dan Nancy R. Ahern. 2011. Buku
Saku Diagnosis
Keperawatan. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar