Jumat, 28 Februari 2014

Sebulan Genap Lima hari

Sudah 1 bulan genap 5 hari sejak tangisan pertamaku di tahun 2014 ini
dan entah sudah berapa kali aku menangis lagi
bukankah aku di akhir tahun lalu sudah berdoa,
andai aku jadi pribadi yg lebih tegar?
apakah itu belum terkabul ya Tuhan?
huft. . lelah memang, saat harus dihadapkan seseorang yg tlah membuat jatuh hati
dan kita harus menjaganya sekuat hati
entahlah. . sepaham ku, kau memang mirip sekali dengan sifatku
itulah yg membuat ku semakin lelah
sebuah pasangan yg keduanya sama-sama gengsi, suka bikin masalah, gampang manyun dan masih banyak lagi
dan mungkin semua itu yg buatku sayang padamu :')
aku akan tetap bertahan sekuat hatiku :')

#AAK

Berganti aku

Tak ada kata sesal, jika itu tlah terjadi
ya, kau memang ada
ada di sini,
walau dulu kau seolah hanya angin
tapi kini, kau nyata ada dan terasa
dan semua itu hanya lewat
lewat begitu saja
mungkin ini jalanku,
saat yg kau lakukan dulu,
kini berganti aku yang melakukannya
bersabar, perhatian, pengertian, pantang nyerah, dan berusaha berikan apa yg kau pinta
tapi aku juga manusia, sama sperti kau
ada saat aku bosan dan terlintas harap ingin jauh pergi
tapi itu sia-sia
terkalahkan oleh rasa yg slalu berharap tiada henti utk dapatkan kau kembali
aku akan menjadi salah satu,
dan mungkin satu-satunya yg menang tuk dapatkan engkau. .

#AAK

Makalah Komunikasi Terapheutik



KOMUNIKASI KEPERAWATAN
Disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok
Mata kuliah Komunikasi Keperawatan
Dosen Pembimbing Kartika Widi Wardani, S. Kep. Ners
Oleh :
1.      Lintar Kartika Perdana                 (13034)
2.      Matchan Anyes                             (13035)
3.      Melan Sentiana                             (13036)
4.      Misbakhul Munir                           (13037)
5.      Muiz Dwi Hartanto                       (13038)
6.      Mitha Martina                               (13039)
7.      Nadia Ayu Suraya                        (13040)
8.      Nanda Galuh                                 (13041)
9.      Ngadimo                                       (13042)
10.  Nisa Aprilia Saputri                      (13043)
11.  Nur Hidayati                                 (13044)
12.  Wahyu Putri                                  (13070)

AKADEMI KEPERAWATAN KABUPATEN PURWOREJO
Tahun Ajaran 2013/2014
KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Penerapan Sila-sila Pancasila dalam Keperawatan ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Kartika Widi Wardani, S. Kep. Ners. selaku Dosen mata kuliah Komunikasi Keperawatan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai definisi, tahapan, teknik dalam komunikasi terapeutik. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.


Purworejo, 17 November 2013


Penyusun





DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………...…. 2
BAB I Pendahuluan
A.    Latar Belakang………………………………………………………………………...…. 4
B.     Tujuan……………………………………………………………………………………. 5
C.     Rumusan Masalah………………………………………………………………………... 5
BAB II Pembahasan
A.    Definisi Komunikasi Terapheutik……………………………………………………...… 6
B.     Tahapan Komunikasi Terapheutik……………………………………………………..… 9
C.     Klarifikasi Nilai dan Eksplorasi Perasaan………………………………………………. 18
BAB III Penutup
A.    Simpulan……………………………………………………………………………...… 19
B.     Saran……………………………………………………………………………………. 19
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………... 20
Lampiran………………………………………………………………………………………... 21







BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
            Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi. Sehingga sekarang ilmu komunikasi berkembang pesat. Salah satu kajian ilmu komunikasi ialah komunikasi kesehatan yang merupakan hubungan timbal balik antara tingkah laku manusia masa lalu dan masa sekarang dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa  mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut atau partisipasi profesional dalam program-program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melaui pemahaman yang lebih besar tentang hubungan timbal balik melalui perubahan tingkah laku sehat ke arah yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik. Kenyataaanya memang komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari kehidupan  kita, tidak terkecuali perawat, yang tugas sehari-harinya selalu berhubungan dengan orang lain. Entah itu pasien, sesama teman, dengan atasan, dokter dan  sebagainya. Maka komunikasi sangatlah penting sebagai sarana yang sangat efektif dalam  memudahkan perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.
            Selain berkomunikasi dengan pasien, perawat juga berkomunikasi dengan anggota tim  kesehatan lainnya.Sebagaimana kita ketahui tidak jarang pasien selalu menuntut pelayanan perawatan yang paripurna. Sakit yang diderita bukan hanya sakit secara fisik saja, namun psiko (jiwanya) juga terutama mengalami gangguan emosi. Penyebabnya bisa dikarenakan oleh proses adaptasi dengan lingkungannya sehari-hari. Misalnya saja lingkungan di rumah sakit yang sebagian besar serba putih dan berbeda dengan  rumah pasien yang bisa beraneka warna. Keadaan demikian menyebabkan pasien yang baru masuk terasa asing dan cenderung gelisah atau takut.
            Tidak jarang pasien membuat ulah yang bermacam-macam, dengan maksud mencari perhatian orang disekitarnya. Bentuk dari kompensasi ini bias berupa teriak teriak, gelisah, mau lari, menjatuhkan barang atau alat-alat disekitarnya. Disinilah peranan komunikasi mempunyai andil yang sangat besar, dengan menunjukkan perhatian yang sepenuhnya, sikap ramah bertutur kata yang lembut.
B.     Tujuan
1.      Agar mahasiswa memahami pengertian dari komunikasi terapheutik
2.      Agar mahasiswa memahami tujuan, syarat, prinsip, dan teknik komunikasi terapheutik
3.      Agar mahasiswa memahami tahapan-tahapan komunikasi terapheutik
4.      Agar mahasiswa memahami dan dapat menerapkan sikap perawat dalam berkomunikasi terapheutik
5.      Agar mahasiswa memahami dan dapat menjelaskan proses komunikasi terapheutik
6.      Agar mahasiswa memahami pengertian dari klarifikasi nilai dan  eksplorasi perasaan

C.    Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dari komunikasi terapheutik?
2.      Apa saja tujuan dari komunikasi terapheutik?
3.      Apa saja syarat-syarat terjadinya komunikasi terapheutik?
4.      Bagaimana sikap perawat dalam melakukan komunikasi terapheutik?
5.      Apa saja tahapan-tahapan dari komunikasi terapheutik?
6.      Apa prinsip yang dilakukan dalam berkomunikasi terapheutik?
7.      Bagaimana teknik-teknik komunikasi terapheutik yang efektif dilaksanakan?
8.      Bagaimana proses terbentuknya komunikasi terapheutik?
9.      Apa yang dimaksud dari klarifikasi nilai dan eksplorasi perasaan?






BAB II
PEMBAHASAN

A.     Definisi komunikasi terapheutik
            Menurut  Nursalam (2011), Komunikasi adalah suatu pertukaran pikiran dan perasaan dan pendapat dalam memberikan nasehat dimana terjadi antara dua orang atau lebih bekerjasama.
            Menurut Stuart & Sundeen (1985), Terapeutik berarti seseorang mampu melakukan atau mengkomunikasikan perkataan, perbuatan atau ekspresi yang memfasilitasi proses penyembuhan.
            Menurut Supriyanto (2010), Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
            Jadi, komunikasi terapeutik merupakan suatu bentuk komunikasi yang di rencanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.

Tujuan Komunikasi Terapeutik
            Tujuan komunikasi terapeutik adalah dengan memiliki ketrampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi. Komunikasi terapeutik dalam arti luas bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada  pertumbuhan klien yang meliputi:
a)      Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri.
            Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan  dalam dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan  gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa putus  asa dan depresi.
b)      Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung  dengan orang lain.
            Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat  meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya (Hibdon, 2011). Rogers (2009) dalam Abraham dan Shanley  (2009) mengemukakan bahwa hubungan  mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area  untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan  koping.
c)      Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan  yang realistis.
            Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Taylor, Lilis dan La Mone (2011) mengemukakan bahwa individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang  merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.
d)     Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
            Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya  diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
Sedangkan Menurut Supriyanto (2010) tujuan komunikasi terapeutik adalah:
  1. Membantu pasien dalam memperbaiki dan mengendalikan emosi sehingga membantu percepatan penyembuhan dari upaya medis.
  2. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
  3. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya
  4. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendirinya sendiri.
e.)    Komunikasi terapeutik memberikan pelayanan prima (survey excellence atau tanpa cacat), sehingga dicapai kesembuhan kesembuhan dan kepuasan pasien.
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 2011) adalah:
  1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
  2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
  3.  Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.
Unsur-unsur Komunikasi Terapeutik
            Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa komunikasi mempunyai lima komponen, demikian pula dalam komunikasi terapeutik. Proses terjadinya sebuah komunikasi terapeutik antara perawat dan klien dimulai dari penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan baik secara verbal maupun non verbal, dengan menggunakan media atau tidak. Pesan yang diterima oleh komunikan kemudian akan diproses oleh komunikan, proses ini disebut dengan decoding.
            Setelah komunikan memahami pesan yang diterimanya, ia pun melakukan proses encoding (transformasi informasi menjadi sebuah bentuk pesan yang dapat disampaikan kepada orang lain) dalam dirinya untuk menyampaikan umpan balik (feedback) terhadap pesan yang diterimanya. Demikian proses ini akan terus berulang sampai pada akhirnya tujuan dari komunikasi yang dilakukan tercapai oleh keduanya.

Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
            Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan yang  konstruktif  diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik mempunyai  tujuan  untuk membantu  klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan.
            Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik berikut ini;
a.       Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan,  didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and clients’. Hubungan ini tidak hanya sekedar  hubungan seorang penolong (helper/perawat) dengan kliennya, tetapi hubungan antara manusia yang  bermartabat (Dult-Battey,2011).
b.      Perawat harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter, memahami  perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan  keunikan setiap individu.
c.       Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima  pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
d.      Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai  terlebih dahulu sebelum menggali  permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan  masalah (Stuart, 2009). Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

B.     Tahapan Komunikasi Terapeutik
            Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan.
            Stuart G. W, 2009 menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.
a.Tahap Persiapan/Pra-interaksi
            Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.
            Kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 20011 dalam Suryani, 2009). Hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 2007 dalam Suryani, 2009) sehingga tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
  1. Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan.
  2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.
  3. Mengumpulkan data tentang klien.
  4. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
b.Tahap Perkenalan/Orientasi
            Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart. G. W, 2009).
Tugas perawat dalam tahapan ini adalah:
  1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka.
  2. Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati bersama.
  3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi pertanyaan terbuka.
  4. Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.
  5. Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan klien.
c.Tahap Kerja
            Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G. W, 2009). Tahap kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan  pikirannya dan kemudian  menganalisa respons ataupun pesan  komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh klien, mencari  penyelesaian  masalah dan mengevaluasinya.
Di bagian akhir tahap ini,  perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan  ide yang sama (Murray, B. & Judith, P, 2011 dalam Suryani, 2010). Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh  perawat maka klien dapat merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.
d.Tahap Terminasi
            Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G. W, 2009). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
Tugas perawat dalam tahap ini adalah:
  1. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (2009) menyatakan bahwa meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini.
  2. Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
  3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang  akan dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.

Sikap Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik
            Egan (2009) dalam Kozier, et. al (2011), telah  menggambarkan  lima cara yang spesifik untuk menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi terapeutik,  yang ia definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau  ketika sedang  berada dengan orang lain.
Berikut adalah  tindakan atau sikap yang dilakukan ketika menunjukkan kehadiran secara fisik :
  1. Berhadapan dengan  lawan bicara. Dengan posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”).
  2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan). Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya komunikasi.
  3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/ lebih dekat dengan lawan bicara. Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap  untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-mendengar).
  4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural. Dengan posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan komunikasi.
  5. Bersikap tenang. Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan  gerakan/ bahasa tubuh yang natural.

Syarat- syarat komunikasi terapeutik
Stuart dan Sundeen (dalam Christina, dkk., 2009) mengatakan ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi terapeutik efektif :
  1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
  2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memberikan sarana, informasi maupun masukan.
            Persyaratan- persyaratan untuk komunikasi terapeutik ini di butuhkan untuk membentuk hubungan perawat- klien sehingga klien memungkinkan untuk mengimplementasikan proses keperawatan. Komunikasi terapeutik ini akan efektif bila melalui penggunaan dan latihan yang sering.
Perbedaan komunikasi terapeutik dengan komunikasi sosial
            Perbedaan komunikasi terapeutik dengan komunikasi sosial (Purwanta, 2009) adalah :
a.Komunikasi terapeutik:
  1. Terjadi antara perawat dengan pasien atau anggota tim kesehatan lainnya.
  2. Komunikasi ini umumnya lebih akrab karena mempunyai tujuan, berfokus kepada pasien yang membutuhkan bantuan.
  3. Perawat secara aktif mendengarkan dan memberi respon kepada pasien dengan cara menunujukkan sikap mau menerima dan mau memahami tentang dirinya. Selain itu membantu pasien untuk melihat dan memperhatikan apa yang tidak disadari sebelumnya.
b.Komunikasi sosial
  1. Terjadi setiap hari antar- orang per orang baik dalam pergaulan maupun lingkungan kerja.
  2. Komunikasi bersifat dangkal karena tidak mempunyai tujuan.
  3. Lebih banyak terjadi dalam pekerjaan, aktivitas sosial, dan lain- lain.
  4. Pembicara tidak mempunyai focus tertentu tetapi lebih mengarah kebersamaan dan rasa senang.

Prinsip- prinsip Komunikasi Terapeutik
Prinsip- prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers (dalam Purwanto, 2010) adalah:
  1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
  2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.
  3. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
  4. Perawat harus menciptakan susasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut.
  5. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah- masalah yang di hadapi.
  6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.
  7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya.
  8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
  9. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
  10. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan gaya hidup.
  11. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu.
  12. Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
  13. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
  14. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

Teknik- teknik Komunikasi Terapeutik
Beberapa teknik komunikasi terapeutik menurut Wilson dan Kneist (2009) serta Stuart dan Sundeen (2009) antara lain:
a.Mendengarkan dengan penuh perhatian
            Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien. Satu satunya orang yang dapat menceritakan kepada perawat tentang perasaan, pikiran dan persepsi klien adalah klien sendiri. Sikap yang dibutuhkan untuk menjadi pendengar yang baik adalah: pandangan saat bicara, tidak menyilangkan kaki dan tangan, hindari tindakan yang tidak perlu, anggukan kepala jika klien membicarakan hal yang penting atau memerlukan umpan balik, condongkan tubuh kea rah lawan bicara. Mendengar ada dua macam:
b.Mendengar pasif;
            Kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal unuk klien misalnya dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga keikut sertaan secara verbal misalnya”uh huuuuh”, “mmmmhhuumm”, “yeah”, “saya dengar kamu”. Mendengar pasif akan dapat memperdayakan diri kita saat kita mendengar dengan pasif karena kita kurang memahami perasaan orang lain.
Cara menjadi pendengar yang efektif menurut Elli dalam Intansari Nurjannah adalah sebagai berikut:
  1. Berfokus pada pemahaman apa yang dikatakan seseorang.
  2. Memelihara kontak mata
  3. Melihat sekeliling dan melakukan tugas lain serta sering merubah
  4. posisi menunjukkan anda mendengarkan.
  5. Menempatkan diri/ posisi pada level yang sama.
  6. Duduk jika memungkinkan.
  7. Memberi waktu klien untuk bicara.
  8. Bersikap kalem ketika klien sedang berfikir untuk menjawab.
  9. Sering merespon baik secara verbal/ non verbal.
  10. Sedikit membungkukkan badan kea rah depan pada waktu tertentu.
  11. Rileks.
  12. Postur terbuka, tangan dan kaki tidak menyilang.
  13. Mendengar dengan empati.
  14. Meninggalkan emosi dan perasaan kita dengan cara menyisihkan
  15. perhatian.
  16. Mendengarkan apa yang tidak terucap oleh klien.
  17. Mendengarkan bagaimana cara mengucapkan sesuatu.
  18. Control reaksi diri terhadap kata-kata yang emosional.
c.Mendengar aktif
            Kegiatan mendengar yang menyediakan pengetahuan bahwa kita tahu perasaan orang lain dan mengerti mengapa dia merasakan hal tersebut.
d.Menunjukkan Penerimaan
            Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidak setujuan. Perawat harus waspada terhadap ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggeleng yang menyatakn tidak percaya. Berikut ini adalah sikap perawat yang menyatak penerimaan: Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan, memberikan umpan balik verbal yang menyatakan pengertian, memastikan bahwa isyarat non verbal cocok dengan komunikasi verbal, menghindari perdebatan ekspresi keraguan atau usaha untuk mengubah pikiran klien.
e.Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
            Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien. Oleh karena itu, pertanyaan sebaiknya dikaitkan dengan topic yang dibicarakan dan gunakan kata- kata yang sesuai dengan konteks social budaya klien.
Contoh :
Perawat: “Tadi anda katakan anda memiliki 3 orang saudara, siapa yang anda rasakan paling dekat dengan anda?”
f.Pertanyaan terbuka (Open- Ended Question).
            Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban “ya” dan “mungkin”, tetapi pertanyaan memerlukan jawaban yang luas, sehingga pasien dapat mengemukakan masalahnya, perasaan dengan kata-kata sendiri, atau dapat memberikan informasi yang diperlukan.
Contoh:
Perawat: “Coba ibu ceritakan apa yang biasanya dilakukan bila ibu sakit perut?” atau “Coba ibu ceritakan tentang riwayat penyakit ibu?”
g.Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata- kata sendiri.
            Melalui pengulangan kembali kata- kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa ia mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
Contoh :
Klien: “ Saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga.”
Perawat: “ Saudara mengalami untuk kesulitan tidur”.
h.Mengklarifikasi.
            Klarifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata- kata, ide atau pikiran (implicit maupun eksplisit) yang tidak jelas dikatakan oleh klien. Tujuan dari teknik ini adalah untuk menyamakan pengertian.
Contoh:
Perawat: “Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan”. Atau “apa yang anda maksudkan dengan…..?”
i.Memfokuskan.
            Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan mudah di mengerti. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah yang penting.
Contoh:
Perawat: “Hal ini tampaknya lebih penting, mari kita bicarakan lebih dalam lagi”. Atau “ apa yang sudah kita sepakati untuk dibicarakan?”.
j.Menyatakan hasil observasi.
            Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya sehingga klien dapat mengetahui apakah pesannya diterima dengan benar atau tidak. Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien. Teknik ini sering kali membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa perawat harus bertanya, memfokuskan dan mengklarifikasikan pesan. Observasi dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak malu atau marah.
Contoh:
Perawat: “Anda tampak tegang”
“Anda tampak tidak tenang apabila anda……”
k.Menawarkan informasi.
            Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Perawat tidak di benarkan memberikan nasihat kepada klien ketika memberikan informasi, karena tujuan dari tindakan ini adalah memfasilitasi lien untuk mengambil keputusan. Penahanan informasi yang dilakukan saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien menjadi tidak percaya.
l.Diam (memelihara ketenangan).
            Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dank lien untuk mengorganisir pikirannya. Pengguanaan metode ini memerlukan ketrampilan dan ketepatan waktu, jika tidak akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi. Diam sangat berguna terutama pada saat klien harus mengambil keputusan. Diam tidak dapat dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam juga dapat diartikan sebagai mengerti, atau marah. Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain agar punya kesempatan berfikir, mesti pun begitu, diam yang tidak tepat dapat menyebabkan orang lain merasa cemas. Diam digunakan pada saat klien perlu mengekspresikan ide tapi tidak tahu bagaimana melakukan atau menyampaikan hal tersebut (Boyd dan Nihart, 1998).
C.    Klarifikasi Nilai dan Eksplorasi Perasaan
            Klarifikasi merupakan teknik yang digunakan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi dan perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan klien.
            Klarifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata- kata, ide atau pikiran (implicit maupun eksplisit) yang tidak jelas dikatakan oleh klien. Tujuan dari teknik ini adalah untuk menyamakan pengertian.
            Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat harus berusaha mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya.
            Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah, sedih, senang akan mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien sehingga mampu memberikan asuhan keperawatan dengan tepat. Selain itu, perawat perlu mengevaluasi emosi yang ada pada dirinya agar dalam melakukan asuhan keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya.















BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
      Komunikasi terapeutik merupakan suatu bentuk komunikasi yang di rencanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.
      Tujuan komunikasi terapeutik adalah dengan memiliki ketrampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi.
      Tahapan komunikasi terapeutik:
1.      Tahap pra-interaksi
2.      Tahap orientasi
3.      Tahap kerja
4.      Tahap terminasi

B.     Saran
Kami mengerti bahwa makalah kami masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kami akan menerima segala saran dari Anda.












DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2007. Prosedur Penelitian Pendekatan Proses. Rineka Cipta: Jakarta.
Aziz, Louis. 2012. Http. // Aziz Louis. Prenadamedia. Com /2011/ 03/ Praktika Komunikasi Terapeutik. Html, diakses tanggal 12/ 02/ 2012 10: 20
Budi Ana Keliath, 1996. Komunikasi Terapeutik Perawat. EGC: Jakarta.
Duffy, K. G. & Wong, F. Y. 2000. Community Psychology (2nd ed). Boston: Pearson Education.
Herry Zain Pieter, S. Psi., Bethsaida Janiwarti, S. Psi., 2011. Pengantar Psikopatologi untuk Keperawatan. Kencana: Jakarta.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Salemba Medika: Jakarta :.
Mukhripah, Damaiyanti, S. Kep., Ns 2011. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.
Notoatmodjo, S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta:Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
Nursalam, 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan.. PT Rineka Cipta: Jakarta.
Nasir, Abdul dan Abdul Muhith. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar Dan Teori. Salemba Medika: Jakarta.
Nazir, Mohoammad. 2009. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta .