Minggu, 03 Mei 2015

Makalah Cerebral Palsy Pada Anak



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Cerebral palsy merupakan kelainan motorik yang banyak diketemukan pada anak-anak. Di Klinik Tumbuh Kembang RSUD Dr.Soetomo pada periode 1988-1991 sekitar 16,8% adalah dengan cerebral palsy. William Little yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada tahun 1843, menyebutnya dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorium. Pada waktu itu kelainan ini dikenal sebagai penyakit dari Little. Sigmund Freud menyebut kelainan ini dengan istilah “Infantil Cerebral Paralysis”. Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah “cerebral palsy”. Nama lainnya adalah “Static encephalopathies of childhood”.
Angka kejadiannya sekitar 1-5 per 1000 anak laki-laki lebih banyak daripada wanita. Sering terdapat pada anak pertama, mungkin karena anak pertama lebih sering mengalami kesulitan pada waktu dilahirkan. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi BBLR dan anak-anak kembar. Umur ibu sering lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara. Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP sanglah Denpasar, mendapat bahwa umur 58,3% penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki,62,5% anak pertama, ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5% berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75% dari kehamilan cukup bulan.
Dilihat dari skala diatas bila masalah tersebut tidak teratasi maka angka mortalitas bayi akan meningkat. Jumlah bayi yang cacat akan meningkat dan tentu saja akan mempengaruhi masa depan anak tersebut.  Dampak lebih lanjut suatu negara akan kehilangan para penerus bangsa.
Untuk itu dalam makalah ini kelompok akan menjelaskan tentang cerebral palsy beserta asuhan keperawatannya dan diharapkan bisa membantu mahasiswa, tenaga kesehatan dan masyarakat umum untuk lebih memahami tentang masalah cerebral palsy.

B.     Tujuan
1.      Tujuan umum : Mahasiswa memahami asuhan keperawatan gangguan kongenital pada anak dengan cerebral palsy
2.      Tujuan khusus :
a.       Mahasiswa dapat memahami etiologi cerebral palsy
b.      Mahasiswa dapat memahami patofisiologi cerebral palsy
c.       Mahasiswa dapat memahami manifestasi klinis cerebral palsy
d.      Mahasiswa dapat memahami pengkajian cerebral palsy
e.       Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan cerebral palsy


                                                      
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi
Cerebral palsy merupakan salah satu kelainan motorik yang banyak ditemukan pada anak-anak. Nama lainnya adalah “static encephalopathies of childhood” (Soetjingsih, 1995).
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah dengan bertambahnya umur anak. Ditemukan hipotoni, gerakan yang berlebihan atau gangguan control motorik (Stephen BS, dkk, 2002).
Jadi, Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan sebelum juga kelainan mental.

B.     Etiologi
Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:
1) Pranatal :
a.       Malformasi kongenital
b.      Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya).
c.       Radiasi
d.      Tok gravidarum
e.       Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal).
2. Natal :
a.       Anoksia/hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.
b.      Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.
c.       Trauma lahir, misalnya perdarahan subdural
d.      Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
e.       Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal.
f.       Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.
3.      Postnatal :
a.    Trauma kapitis
b.    Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis
c.    Kern icterus

C.     Klasifikasi
1.    Dilihat dari sudut pergerakan otot-otot
Dalam kategori ini, Cerebral palsy dibagi menjadi 5, yaitu :
a)      Jenis Spastis
Perkataan “Spastic” dapat diganti dalam bahasa Belanda, dengan “Kramp” kalua dalam bahasa Indonesia yang mendekati “kejang”. Pada anak yang menderita Cerebral Palsy dengan jenis Spastic terdapat kekejangan pada otot-ototnya atau sebagian dari otot-ototnya. Kekejangan tadi terutama timbul kalau otot akan digerakkan dan dapat hilang pada waktu anak tidur. Misalnya: kalau lutut anak tadi sekonyong-konyong hendak kita luruskan, maka terasa bahwa otot tadi menjadi kejang, sehingga sukar diluruskan. Akan tetapi, kalau anak tadi tidur maka lutut dengan mudah diluruskan.
Pada umumnya kekejangan-kekejangan tadi menjadi main hebat jikalau anak marah atau takut/anak tidak tenang. Karena itu, pada umumnya melatih anak cacat Cerebral Palsy haruslah dalam suasana ketenangan. Jenis “Spastic” merupakan jenis Cerebral Palsy yang terbanyak jumlahnya diantara jenis-jenis lainnya
b)      Jenis Athetoid
Pada jenis ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan, otot-ototnya dapat digerakkan dengan mudah, akan tetapi jenis ini selalu terdapat gerakan-gerakan yang tidak dapat dicegah oleh anak sendirian yang tiap-tiap waktu datang. Misalnya: Anak tidak dapat memegang salah satu barang, oleh karena tangan dan jari-jarinya selalu bergerak sendiri yang tidak dapat dicegah. Jenis Athetoi dini meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak tapi merupakan cacat yang sangat sukar diperbaiki. Gerakan-gerakan akan berkuarang kalau anak tadi dalam keadaan tenang atau sedang tidur. Gerakan-gerakan otomatis tadi selain pada tangan dan kaki juga terdapat pada lidah, bibir, mata, dan sebagainya.
c)      Ataxia
Pada jenis ini anak seakan-akan kehilangan perasaan keseimbangan. Walaupun otot-ototnya tidak kaku, namun anak kadang-kadang tidak dapat berdiri atau berjalan. Karena anak tadi tidak dapat meletakkan badannya dalam keseimbangan, maka ia selalu akan jatuh. Kalau ia berjalan maka jalannya seperti orang mabuk, kadang-kadang langkahnya terlalu lebar atau bisa juga langkahnya terlalu pendek. Kalau anak misalnya mengambil barang, maka juga salah perhitungan, misalnya: jaraknya terlampau jauh, sehingga melewati barang yang akan diambil atau terlalu pendek sehingga belum sampai pada barang yang akan diambil. Pada jenis Ataxia ini merupakan jenis cacat yang berat.
d)     Tremor
Pada jenis ini selalu terdapat gerakan-gerakan kecil terus-menerus, sehingga merupakan getaran. Getaran tadi dapat juga sangat mengganggu fungsi anak. Kadang-kadang terdapat getaran-getaran  yang mengenai mata, sehinnga matanya selalu bergerak. Bisa juga getaran tadi terdapat pada kepala, atau padatangan yang selalu gemetar. 
e)      Rigid
Pada jenis ini terdapat otot-otot yang selalu kaku, seakan-akan bukan merupakan daging, akan tetapi sebagai benda yang agak kaku. Misalnya seperti mesin yang tidak ada gemuknya, kalau digerakkan kelihatan selalu ada remnya, sehingga gerakannya selalu tidak dapat lemah dan tidak dapat halus dan tidak cepat. Selain itu, terdapat pula campuaran antara jenis yang satu dengan jenis yang lainnya. Misalnya: Jenis athetoid bercampur dengan jenis tremor, dan sebagainya.

2.    Pembagian menurut jumlah anggota badan yang cacat
a)    Monoplegia
Merupakan cacat Cerebral palsy yang hanya mempunyai cacat pada sebuah dari anggota geraknya. Misalnya hanya kaki kiri sedangkan kaki kanannya dan kedua tangannya sehat.
b)   Diplegia
Pada diplegia terdapat dua anggota gerak yang dalam keadaan cacat. Kalau pada diplegia ini terdapat cacat pada kedua belah kakinya, maka cacat ini dinamakan Paraplegia. Jikalau yang cacat sebelah dari anggota geraknya misalnya tangan kanan dan kaki kanan atau tangan kiri dengan kaki kiri, maka disebut hemiplegia.
c)    Triplegia
     Pada triplegia maka cacat 3 buah dari keempat anggota geraknya.
d)   Quadriplegia atau tetraplegia
Dalam golongan ini termasuk anak-anak Cerebral Palsy yang cacat pada seluruh anggota geraknya. Jadi cacat pada kedua tangan dan kedua kakinya.

3.    Pembagian Cerebral Palsy menurut derajat berat, sedang, dan ringannya sebagai berikut :
a)      Golongan ringan
Tidak memerlukan pertolongan karena anak tadi dapat mengurus dirinya sendiri dalam kehidupan sehari hari, dapat bergerak (jalan) tanpa alat – alat dan dapat berbicara tegas.
b)      Golongan sedang
Anak – anak yang memerlukan pertolongan khusus, agar anak tadi dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak dan dapat berbicara. Mungkin untuk anak ini diperlukan alat – alat khusus misalnya brace untuk memperbaiki cacadnya. Dengan pertolongan secara khusus masih dapat diharapkan bahwa anak akan dapat mengurus dirinya sendiri, dapat berjalan dan dapat berbicara sehingga akan dapat hidup di tengah – tengah masyarakat.
c)      Golongan berat
Anak – anak cerebral palsy yang mempunyai cacat sedemikian rupa sehingga anak tak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Akan tetapi yang paling sukar ialah menentukan apakah seorang anak cerebral palsy masuk golongan ringan, apakah masuk golongan sedang dan apakah masuk golongan berat.
Tidak mudah untuk menentukan apakah bayi yang diperiksa mempunyai cacat atau tidak. Kalau bayi sudah mencapai umur satu tahun atau lebih, maka cacatnya akan lebih mudah dilihat. Akan tetapi pada bayi di bawah umur satu tahun kadang – kadang sangat sukar untuk menentukan apakah bayi tadi sehat atau mempunyai cacat.
Maka kita perlu mengetahui bagaimana sifat – sifat bayi yang sehat, supaya kita dapat membedakan dengan bayi yang mungkin mempunyai cacat.
1)      Dari lahir sampai umur 4 minggu
Pada umur ini umumnya bayi masih lemah dan segala – galanya masih memerlukan pertolongan, namun bayi yang sehat pada umumnya kelihatan bersemangat kelihatan menunjukan reaksi jika dipegang dan kelihatan dapat aktif minum tetek. Adanya cacat dapat dibuka jika misalnya bayi kelihatan lemah, tidak bersemangat, meneteknya kurang aktif, pernapasanya lemah, menangisnya lembek, adanya setuip (kejang), banyak muntah – muntah, bersifat acuh – tak acuh terhadap ibunya. Tanda – tanda tadi dapat merupakan tanda – tanda kemungkinan adanya cacat serebral palsy.
2)      Umur 1 bulan – 2 bulan
Pada umur ini bayi menunjukan gerak yang aktif pada kepalanya, jika ada suara misalnya permainan atau panggilan dari ibunya atau suara – suara lain maka kepalanya berputar ke arah suara tadi dan pada umumnya kedua tangannya dibengkokkan dan kakinya diluruskan. Gerakan tersebut merupakan gerakan pada bayi yang sehat. Jika gerak tersebut tidak terdapat maka kemungkinan bayi tersebut cacat serebral palsy.
3)      Umur 2 bulan – 4 bulan
Pada umur ini bayi telah dapat menunjukkan ekspresi atau pernyataan dengan mukanya dari gerak muka kita dapat mengetahui keadaan bayi tadi, misalnya mulai tersenyum atau tertawa, menangis atau bersungut. Dapat pula mengarahkan padangan matanya pada suatu benda yang bergerak. Jika tanda – tanda tersebut tidak di dapat maka kemungkinan bayi menpunyai cacad serebral palsy.
4)      Umur 4 bulan – 8 bulan
Pada umur ini bayi kelihatan sudah dapat menguasai letak dan gerak kepalanya. Misalnya kalau ia didudukan, maka kepalanya tidak akan jatuh dan kepala tadi dapat digerakkan ke kanan dan kiri secara aktif. Anak tersebut juga belajar mengulurkan tangannya untuk memegang salah satu benda. Ia mulai dapat mengeluarkan beberapa perkataan. Ia mulai dapat sungguh – sungguh tertawa dan menaruh perhatian sekelilingnya. Jika pada umur tadi kepalanya masih lemah matanya tidak dapat memandang dengan tegas, ibu jarinya selalu di tekan ke dalam kepalan ke 4 jarinya, maka hal – hal tadi merupakan tranda – tanda adanya cacat serebral palsy.
5)      Umur 8 – 10 bulan
Pada umur 8 bulan bayi sudah dapat berbalik- balik dari tertelungkup ke terlentang, serta sebaliknya. Dan ia sudah dapat duduk tanpa di pegang. Dia mulai belajar merangkak, ia dapat memegang benda dengan tepat, dan membawa benda yang di pegang ke dalam mulutnya. Dan dapat memindahkan benda yang di pegang dari tangan satu ke tangan yang lainnya. Ia dapat menirukan suara – suara, dapat mengenal ibu dan ayahnya. Dan ia dengan aktif menginginkan makanannya. Jika tidak ada tanda –tanda tersebut maka kemungkinan ada cacad serebral palsy.
6)      Umur 10 bulan – 1 tahun
Pada umur ini anak sudah dapat duduk dengan sempurna, ia dapat duduk sendiri dari berbaring. Ia telah dapat makan – makanan yang telah ada dalam tangannya dan juga telah dapat memegang botol minumannya. Ia dapat mengucapkan dengan spontan beberapa perkataan misalnya ibu, bapak dan lain – lain. Ia dapat didirikan meskipun masih dengan layanan. Jika pada umur 10 bulan tadi kakinya kelihatan terseret jika merangkak, atau jika kakinya lurus pada waktu coba didirikan, atau dari mulutnya selalu keluar ludah sehingga pakainya terus basah dan ia belum dapat makan – makanan yang keras misalnya roti, maka hal – hal tadi dapat merupakan tanda – tanda kemungkinan adanya cacad serebral palsy.
7)      Umur 1 tahun
Pada umur 1 tahun anak telah mulai belajar berjalan dan pada umumnya dalam umur 15 bulan sudah dapat berjalan sendiri. Ia telah dapat pula memegang benda – benda yang kecil diantara ibu jari dan jari telunjuk. Sudah tentu jalannya belum tetap, akan tetapi makin lama makin baik. Memang sesungguhnya sukar untuk menetapkan apakah ada cacat cerebral palsy sebelum anak mencapai umur yang dapat menentukan bahwa ia dapat berjalan dengan tetap.
Setelah anak menjadi besar misalnya diatas 2 tahun ke atas, maka tanda-tanda menjadi lebih tampak dan akan bersifat menurut jenis-jenis cacat cerebral palsy sebagaimana telah diuraikan dimuka. Anak makin menjadi besar, makin terang tampak tanda-tanda cacat pada cerebral palsy. Namun demikian kadang-kadang masih perlu pemeriksaan dokter yang lebih teliti dan pula kadang-kadang masih perlu observasi beberapa waktu untuk dapat menetapkan ada atau tidaknya cacat, jenis cacat, dan berat cacat.

D.    Faktor Risiko
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin besar antara lain adalah :
1.    Letak sungsang
2.    Proses persalinan sulit
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.
3.    Apgar score rendah
Apgar score yang rendah hingga 10 – 20 menit setelah kelahiran.
4.    BBLR dan prematuritas
Resiko CP lebih tinggi diantara bayi dengan berat lahir rendah dengan berat di bawah 2,5 kg.
5.    Kehamilan ganda
Resiko cerebral palsy akan semakin meningkat ketika sejumlah bayi membagi uterus ibu.
6.    Malformasi SSP
Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP yang nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa masalah telah terjadi pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.
7.    Perdarahaan maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.
8.    Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi.
9.    Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang
10.     Kejang pada bayi baru lahir

E.     Manifestasi Klinis
Gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang menyulitkan gambaran klinis cerebral palsy. Kelainan fungsi motorik terdiri dari:
1.      Spastisitas
       Terdapat peninggian tonus otot dan reflek yang disertai dengan klonus dan reflek babinski yang positif . Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot. Karena itu tampak sikap yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Golongan spastisitas ini meliputi 2/3-3/4 penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung pada letak dan besarnya kerusakan yaitu :
a.     Monoplegia/monoparesis        : kelumpuhan ke empat anggota gerak ,tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
b.    Hemiplegia/hemiparesis          : kelumpuhan lengan dan tungkai di pihak yang sama
c.     Diplegia/diparesis                    : kelumpuhan ke empat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan
d.    Tetraplegia/tetraparesis           : kelumpuhan ke empat anggota gerak tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai
2.      Tonus otot yang berubah
       Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flasit dan berbaring seperti kodok yang terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada ’lower motor neuron’. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari redah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak flasid dan sikapnya seperti kodok terlentang. Tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastis.  Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif. Tetapi yang khas ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex’ menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia perinatal atau ikterus. Golongan  ini meliputi 10 – 20% dari kasus ‘cerebral palsy’.
3.      Koreo-atetosis
       Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya ( ‘involuntary movement’) . Pada 6 bulan pertama tampak bayi flasd, tapi sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak di ganglia basal dan di sebabkan oleh asfiksia  berat atau ikterus kern pada masa neonatus. Golongan  ini meliputi 5 – 15% dari kasus cerebral palsy.
4.      Ataksia
       Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flasid dan menunjukan perkembangan motorik yang terlambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semu pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak di cereblum.terdapat kira kira 5% dari kasus cerebral palsy.
5.      Gangguan pendengaran
       Terdapat pada 5-10% anak dengan cerebral palsy. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
6.      Gangguan bicara
       Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata kata dan sering tampak berliur.
7.      Gangguan mata
       Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraki. Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% penderita cerebral palsy menderita kelainan mata. 

F.      Patofisiologi
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenarasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. Serebral palsi digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (structural otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau luka-luka/kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi).

G.    Komplikasi
Ada anak cerebral palsy yang menderita komplikasi seperti:
1.      Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot memendek
2.      Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan karena  kelumpuhan hemiplegia
3.      Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur
4.      Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur
5.      Gangguan mental. Anak CP tidak semua terganggu kecerdasannya, mereka ada yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata-rata, bahkan ada yang berada di atas rata-rata. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara tidak wajar

H.    Pemeriksaan Diagnostik
1)      Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis sebral palsi ditegakkan
2)      Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada serebral palsi, CSS normal.
3)      Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak
4)      Foto rontgen kepala
5)      Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan
6)      Pemeriksaan metobolik untuk menyingkirkan penyebablain dari reterdasi mental

I.       Penatalaksanaan
1.      Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerjasama yang baik dan merupakan suatu team antara dokter anak,neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikologi, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa, dan orang tua penderita.
a.       Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita pada waktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang penderita hidup.
b.      Pembedahan
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan pergerekan koreoatetosis yang berlebihan.
c.       Obat-obatan
Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini.
d.      Reedukasi dan rehabilitasi
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisioterapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independent  untuk aktivitas sehari-hari. Fisioterapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisioterapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.
2.      Tindakan Keperawatan
a.     Mengobservasi dengan cermat bayi-bayi baru lahir yang beresiko (baca status bayi secara cermat mengenai riwayat kehamilan/ kelahirannya). Jika dijumpai adanya kejang atau sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya.
b.     Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan kepada orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal.
c.     Pengobatan yang dilakukan biasanya tergantung kepada gejala dan bisa berupa : terapi fisik, Loraces (penyangga), kacamata, alat bantu dengar, pendidikan dan sekolah khusus, obat anti kejang, obat pengendur otot (untuk mengurangi tremor dan kekakuan) : baclofen dan diazepam, terapi okupasional, bedah ortopedik/ bedah saraf, untuk merekonstruksi terhadap deformitas yang terjadi, terapi wicara bisa memperjelas pembicaraan anak dan membantu mengatasi masalah makan.


ASUHAN KEPERAWATAN PADA CEREBRAL PALSY

A.    Pengkajian
1.       Biodata
                                             a.      Laki-laki lebih banyak dari pada wanita.
                                             b.      Sering terjadi pada anak  kesulitan pada waktu melahirkan pertama 
                                             c.      Kejadian lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar
                                            d.      Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara
2.       Kaji riwayat kehamilan ibu
3.       Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan faktor prenatal, natal dan post natal serta keadaan sekitar kelaahiran yang mempredisposisikan anoksia janin
4.       Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan, perkembangan terlambat, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic, kurangnya tonus otot
5.       Monitor respon untuk bermain
6.       Kapasitas fungsi intelektual anak
7.       Pemeriksaan Fisik
a.         Muskuluskeletal : 
1)        spastisitas
2)        ataksia
b.        Neurosensory : 
1)        gangguan menangkap suara tinggi
2)        gangguan bicara
3)        anak berliur
4)        bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya
5)        strabismus konvergen dan kelainan refraksi
c.         Eliminasi : konstipasi
d.        Nutrisi : intake yang kurang

8.       Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
a.         Pemeriksaan pendengaran (untuk menetukan status pendengaran)
b.        Pemeriksaan penglihatan (untuk menentukan status fungsi penglihatan)
c.         Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes
d.        MRI kepala/CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun kelainan bawaaan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel
e.         EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalins)/volsetasenya meningkat (abses)
f.         Analisa kromosom
g.        Biopsi otot
h.        Penilaian psikologik

B.     Diagnosa Keperawatan
1.         Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor biologis, disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut/ kesukaran menelan dan meningkatnya aktivitas
2.         Gangguan aktivitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif
3.         Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakaan kemampuan untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial sekunder adanya rigiditas
4.         Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi
5.         Resiko cidera b/d gangguan fungsi motorik, ketidak mampuan mengontrol gerakan sekunder terhadap spastisitas
6.         Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d imobilitas


C.     Rencana Keperawatan

1.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan faktor biologis, disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut/ kesukaran menelan dan meningkatnya aktivitas.
Tujuan :
Setelah dilaksanakan perawatan, klien diharapkan nutrisi menjadi adekuat, anak berpartisipasi dalam aktivitas makan sesuai kemampuannya, anak mengkonsumsi jumlah yang cukup.
Kriteria hasil :
adanya kemajuan peningkatan berat badan, tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
a)    Monitor status nutrisi pasien, pantau berat badan dan pertumbuhan
Rasional : intervensi pemberian nutrisi tambahan dapat diimpementasikan bila pertumbuhan mulai melambat dan berat badan menurun
b)      Monitor pemasukan nutrisi dan kalori serta pengeluaran
c)      Catat adanya anoreksia, muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi
d)     Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi, misalnya susu bubuk atau suplemen yang lain
Rasional : memaksimalkan kualitas asupan makanan
e)      Ajarkan pola makan yang teratur
Rasional : Memberikan intake yang adekuat dan menghindari terjadinya komplikasi / memperberat penyakit lebih lanjut
f)       Baringkan pasien dengan kepala tempat tidur 30-45 derajat, posisi duduk dan menegakkan leher
Rasional : posisi ideal saat makan sehingga menurunkan resiko tersedak
g)      Pertahankan kebersihan mulut anak, beri makanan yang disukai anak
Rasional : Meningkat kerja sistem endorphin sehingga meningkatkan kemauan untuk makan
h)      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik
Rasional : Meningkatkan gizi anak

2.      Gangguan aktivitas b/d kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif.
Tujuan :
Setelah dilaksanakan perawatan, tidak terjadi gangguan aktivitas lagi.
Kriteria hasil :
Aktivitas berjalan normal dan tidak ada keluhan terhadap gerakan yang dilakukan.
Intervensi :
a)    Berikan aktifitas ringan yang dapat dikerjakan anak
b)   Libatkan anak dalam mengatur jadwal harian dan memilih aktifitas yang diinginkan
Rasional : Anak dapat meningkatkan kemampuan yang dimiliki anaknya walaupun terbatas
c)    Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
Rasional : Membantu pemenuhan kebutuhan
d)   Anjurkan keluarga turut membantu program latihan di rumah

3.      Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakaan kemampuan untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial sekunder adanya rigiditas.
Tujuan :
Klien melakukaan proses komunikasi dalam batas kerusakan.
Intervensi :
a)         Beri tahu ahli terapi wicara dengan lebih dini
Rasional : sebelum anak mempelajari kebiasaan komunikasi yang buruk.
b)        Bicara pada anak dengan perlahan
Rasional : memberikan waktu pada anak untuk memahami pembicaraan
c)         Gunakan artikel dan gambar
Rasional : menguatkan bicara adaan mendorong pemahaman
d)        Gunakan teknik makan
Rasional : membantu memudahkan bicara seperti menggunakan bibir, gigi dan berbagai gerakan lidah.
e)         Ajari dan gunakan metode komunikasi non-verbal (misalnya, bahasa isyarat) untuk anak dengan disartria berat.
f)         Bantu keluarga mendapatkan alat elektronik untuk memudahkan komunikasi non-verbal (misalnya, mesin tik, microkomputer dengan pengolah suara).

4.      Kurangnya pengetahuan b/d perawatan dirumah dan kebutuhan terapi
Tujuan :
Setelah dilaksanakan perawatan, diharapkan pengetahuan akan perawatan dan terapi meningkat.
Kriteria hasil :
a)    Menyatakan pemahaman terhadap perawatan dirumah dan kebutuhan terapi
b)   Melakukan perilaku/perubahan pola hidup untuk memperbaiki status kesehatan
c)    Kebutuhan terapi dapat dipenuhi
Intervensi :
a)    Berikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang singkat dan sederhana
Rasional : Menurunnya rentang perhatian pasien dapat menurunkan kemampuan untuk menerima/memproses dan mengingat/menyimpan informasi yang diberikan
b)   Diskusikan mengenai kemungkinan proses penyembuhan yang lama
Rasional : Proses pemulihan dapat berlangsung dalam beberapa minggu/bulan dan informasi yang tepat mengenai harapan dapat menolong pasien untuk mengatasi ketidakmampuannya dan juga menerima perasaa tidak nyaman yang lama
c)    Berikan informasi tentang kebutuhan untuk diet tinggi protein/ karbohidrat yang dapat diberikan/dimakan dalam jumlah kecil tetapi sering
Rasional : Meningkatkan proses penyembuhan, makan-makanan jumlah kecil tetapi sering akan memerlukan kalori yang sedikit pada proses metabolisme, menurunkan iritasi lambung dan mungkin juga meningkatkan pemasukan secara total.




DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J.  2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Latief, Abdul dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar